REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengaku mendapat laporan dari pelaku industri perhiasan bahwa penjualan perhiasan meningkat. Padahal, pertumbuhan di sektor ritel secara umum justru tengah melambat sejak awal tahun 2017.
"Ini kan aneh, jadi pertanyaan kita," ujar Tutum, dalam sebuah forum diskusi di kawasan Harmoni, Jakarta, Rabu (9/8).
Meski tak tahu persis berapa kenaikan pertumbuhan di industri perhiasan, ia meyakini peningkatan tersebut disumbang oleh belanja masyarakat kalangan menengah ke atas. Artinya, kata Tutum, masyarakat sebenarnya memiliki dana. Hanya saja mereka menahan untuk belanja.
Dalam kesempatan yang sama, ekonom dari Indef Berly Martawardaya menilai, adanya kencenderungan menahan belanja disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Ia mencontohkan rencana untuk menurunkan batas pendapatan yang tidak kena pajak, kewajiban melapor untuk pemilik rekening yang saldo tabungannya minimal Rp 200 juta, pengetatan pengawasan pada pengguna kartu kredit dan sebagainya.
"Ini membuat banyak orang khawatir sehingga tidak spending," ujarnya.
Karenanya, Berly menyarankan agar pemerintah tidak dengan mudah mengeluarkan kebijakan yang justru berpotensi menghambat konsumsi di masyarakat. Sebab, jika melihat data makro, semua indikator ekonomi menunjukkan angka yang positif. Namun, angka yang positif tersebut justru berkontradiksi dengan kebijakan-kebijakan yang menghambat konsumsi.