REPUBLIKA.CO.ID,Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull mengatakan jika Korea Utara melancarkan serangan ke Amerika Serikat, Australia akan bergabung dalam konflik tersebut. Pemerintahan Trump melontarkan komentar dan pernyataannya soal Korea Utara, setelah negara itu mengancam akan menyerang wilayah milik AS di Guam, Pasifik.
"Amerika mendukung sekutu-sekutunya, termasuk Australia tentunya, dan kami mendukung Amerika Serikat," kata PM Turnbull kepada Radio 3AW. "Jadi, sangat jelas, jika ada serangan ke Amerika Serikat, Perjanjian ANZUS akan dijalankan dan Australia akan membantu Amerika Serikat, karena Amerika akan membantu kita jika kita diserang."
Ketegangan meningkat di semenanjung Korea, setelah Korea Utara melakukan dua uji coba rudal balistik antarbenua bulan lalu. Presiden Trump memperingatkan bahwa ia tidak mengizinkan Pyongyang untuk mengembangkan senjata nuklir yang mampu menyerang AS.
PM Turnbull membahas perilaku Korea Utara bersama Wakil Presiden AS, Mike Pence Kamis malam (10/08), menyebutnya sebagai "titik rawan paling berbahaya di dunia saat ini". Ia tidak menyebutkan jika Pence meminta bantuan militer khusus dari Australia. Namun ia mengatakan kondisi aliansi Australia-AS sudah jelas.
"Tapi jangan sampai disalahartikan, dalam hal pertahanan, kita mendukungnya," katanya. "Beraliansi dengan Amerika adalah landasan wajib keamanan nasional kita. Jika ada serangan ke AS ... kami akan membantu mereka."
"Nah, bagaimana penerapannya, jelas akan tergantung pada keadaan dan berkonsultasi dengan sekutu kita."
PM Turnbull mengatakan Australia dan AS, keduanya masih yakin sanksi baru yang keras terhadap Korea Utara dapat memaksa rezim Pyongyang untuk meninggalkan program senjata nuklirnya.
"Pandangan Wakil Presiden dan pemerintahannya soal cara untuk menyelesaikan situasi dengan Korea Utara ... adalah melalui sanksi ekonomi ini. Itu cara yang lebih dipilih untuk mengatasinya," katanya.
"Tapi tentu saja jika Korea Utara memutuskan untuk menggencarkan ancaman kekerasannya, maka jelas konsekuensi berbahaya bisa menyusul, dan tidak ada gunanya menghindari dari konsekuensi yang tak terelakan."
Hari Selasa (8/08), Presiden Trump memperingatkan Korea Utara bahwa mereka "akan disambut dengan api dan kemarahan, yang belum pernah terlihat sebelumnya di dunia," jika terus mengancam Amerika Serikat.
Presiden AS belum melemah dari ancamannya, bahkan kini bahasanya bisa jadi lebih kasar. "Mungkin [ancaman] ini kurang keras. Mereka telah memperlakukan negara kita dalam waktu yang lama, selama bertahun-tahun," katanya.
ABC News
Diterbitkan pada 11/08/2017 pukul 11:00 AEST. Simak perkembangan beritanya dalam bahasa Inggris di sini.