Ahad 13 Aug 2017 12:30 WIB

Prancis akan Bekerja Sama dengan AS Atasi Korut

Rep: Puti Almas/ Red: Bilal Ramadhan
Peta Korea Utara dan tetangganya
Foto: State.gov
Peta Korea Utara dan tetangganya

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan perbincangan melalui telepon pada Sabtu (12/8). Kedua pemimpin negara dilaporkan telah sepakat untuk bekerjasama mengatasi konflik di Semenanjung Korea yang terjadi akibat program nuklir Korea Utara (Korut).

"Trump dan Macron telah mendiskusikan keperluan dalam menghadapi situasi yang semakin berbahaya karena perilaku destabilisasi dan eskalasai Korut," ujar pernyataan Gedung Putih, Sabtu (12/8).

Ketegangan antara Korut dan AS telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Ancaman program nuklir Korut telah diperingatkan oleh Trump dapat dibalas dengan tindakan keras berupa aksi militer.

Selama ini, Korut mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea khususnya Korea Selatan (Korsel) dan Jepang juga merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.

Serangkaian uji coba perangkat nuklir, termasuk juga rudal balistik dilakukan oleh Korut. Rudal terbaru Hwasong-14 pertama kali diuji coba pada 4 Juli lalu. Senjata ini dikatakan mampu membawa hulu ledak nuklir besar dan menjangkau daratan AS, khususnya wilayah Alaska.

Kemudian, dalam uji coba terbaru Hwasong-14 pada 28 Juli lalu, rudal memiliki jangkauan dan kekuatan yang lebih tinggi. Rudal mencapai ketinggian 2314,6 dan terbang sejauh 620 mil hingga akhirnya mendarat di perairan pantai timur Semenanjung Korea.

AS dilaporkan telah menerbangkan dua pesawat yang mampu meluncurkan bom B-1B supersonik di atas Semenanjung Korea. Kemudian, jet milik Jepang dan Korsel juga bergabung, seperti apa yang diminta oleh Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley bahwa dua negara itu harus berbuat lebih banyak dengan adanya uji coba rudal terbaru Hwasong-14.

Pada 5 Agustus lalu, Dewan Keamanan PBB juga telah mengeluarkan sebuah resolusi untuk memberlakukan sanksi ekonomi terbaru terhadap Korut. Dengan sanksi ini, pendapatan ekpor yang dimiliki negara terisolasi itu dapat berkurang hingga 3 miliar dolar AS.

Resolusi yang dirancang oleh AS, sebagai salah satu anggota tetap dewan itu membuat tidak diizinkannya ekspor sejumlah barang tambang diantaranya batu bara, besi, dan bijih besi. Kemudian, makanan laut juga tidak diperbolehkan untuk diekspor dari Korut. Selain itu, jumlah pekerja dari negara yang dipimpin Kim Jong-un itu yang bekerja di luar negeri juga tidak dapat diperbanyak.

Meski resolusi terbaru dari PBB telah dikeluarkan, Korut menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan program nuklir. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu juga tidak khawatir dengan adanya alat pencegah senjata nuklir yang dimiliki AS dan bertujuan mengancam mereka.

Bahkan, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu mengatakan telah memiliki rencana untuk menembakkan rudal ke Guam, salah satu wilayah AS. Korut mengatakan setidaknya empat rudal akan diluncurkan ke sana pada pertengahan Agustus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement