Selasa 15 Aug 2017 11:06 WIB

3 Perintah dan 3 Larangan di Dalam Alquran

Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS (kiri).
Foto: Dok SBBI
Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Alquran mengandung perintah dan larangan untuk keselamatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Salah satunya adalah Surat An-Nahl ayat 90, yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Alquran Surat An-Nahl ayat 90 ini dikaji oleh Guru Besar IPB Prof Dr H Didin Hafidhuddin MS  saat mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insnani (SBBI) Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/8). Menurut Kiai Didin, ayat tersebut  sering dibaca khatib saat menutup khutbah Jumat kedua dan mulai disosialisasikan sejak masa Muawiyah. “Yang jelas bukan termasuk rukun khutbah Jumat, karena yang termasuk rukunnya antara lain membaca syahadat, shalawat, wasiat untuk orang-orang yang bertakwa, dan doa,”  ujarnya.

Ia  mengutip perkataan Ibnu Masyhud yang  menerangkan tentang ayat ini, “Ayat ini menunjukkan kebaikan dan menunjukkan  keburukan.”

Menurut Kiai Didin, ayat ini mengandung perintah tiga  hal dan larangan tiga hal.  “Perintah yang Allah suruh kepada para hamba-Nya sangat konstruktif  karena diawali dengan fi’il mudhari, ya’muru yang artinya menyuruh.  Fi’il mudhari menggambarkan keabadian karena akan terus-menerus berlaku sepanjang zaman sedangkan fi’il madi menggambarkan kejadian yang telah lalu atau masa lampau,” tutur mantan Ketua Baznas itu.

Apa saja tiga  perintah Allah tersebut? Pertama, berlaku adil, dapat diartikan dengan proporsional, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Bukan sama seperti semboyan yang diusung oleh PKI, yakni sama rata sama rasa.

Contoh bila dalam keluarga memiliki banyak anak maka kepala keluarga diperintahkan untuk berlaku adil, sebagaimana pesan Rasulullah SAW, “Bersikap adillah di antara anak-anakmu”. Maksudnya untuk memenuhi uang saku anak-anak tersebut tidak harus sama, seperti yang kuliah, yang  SMA  sampai dengan yang masih bayi diberi sama jumlahnya, tetapi sesuai dengan kebutuhannya.

Adil hendaklah ada pada semua bidang kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, pemerintahan dan sebagainya. “Yang jelas adil itu menjadisSpirit of life (ruh dalam kehidupan),” kata Dekan Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Kedua, berbuat ihsan. “Kata ihsan memiliki arti mengoptimalkan kebaikan yang kita lakukan,” ujarnya.

Orang yang bersikap ihsan, seolah-olah ia sedang berhadapan dengan Dzat yang Maha Pencipta, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ketika beliau didatangi Malaikat Jibril dan menanyakan tentang ihsan maka beliau menjawab,  “Ihsan itu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya maka bila engkau tidak melihat-Nya yakinlah Dia melihatmu.”

Allah menilai manusia karena perbuatan dan imannya bukan karena banyaknya, sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Mulk [67] ayat 2: "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

“Konsep ihsan bila dikaitkan dalam dunia pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa guru yang menerapkannya adalah guru yang mempersiapkan mengajarnya dengan seoptimal mungkin mulai dari perencanaannya, menyiapkan bahan-bahannya, metodologinya sampai pada alat evaluasinya,” tuturnya.

Ketiga, memperbanyak kekerabatan  seperti  pertemanan, kawan dan sebagainya. Caranya dengan menyambungkan tali silaturahim, membudayakan salam dan melaksanakan huququl muslim (hak-hak sesama Muslim). Yakni, menjawab salam apabila diberi salam, menghadiri undangan apabila ada yang mengundang, member nasehat apabila yang meminta nasehat, menjenguk apabila ada saudara/kerabat yang sakit, mendoakan orang yang bersin apabila ia mengucapkan hamdalah, dan mengantarkan jenazah apabila yang meninggal dunia).

Adapun  tiga  larangan yang destruktif yang Allah jelaskan dalam surat an-Nahl ini adalah: fakhsya, munkar dan al-bagyu.

Pertama, fakhsya adalah perbuatan yang menjijikan, seperti LGBT. “Permasalahannya untuk masalah LGBT bukan karena faktor yang pelakunya saja tetapi yang terpenting adalah mereka yang mendukung seperti PBB maupun lembaga lainnya yang menggelontorkan puluhan bahkan ratusan miliar, nauzubilah min dzaalik,” tegasnya.

Kedua, munkar adalah sesuatu yang merugikan seperti judi, khamar atau minum-minuman keras, narkoba, berdusta, khianat, korupsi dan sebagainya. “Untuk menjauhi dari hal-hal tersebut maka seyogyanya kita harus memiliki sifat sabar karena sabar itu sumber energi yang selalu terbaharukan,” tutur Kiai Didin.

Ketiga, al baghyu  adalah kezaliman. “Al-baghyu berarti permusuhan terhadap umat manusia,” kata Kiai Diidn.

Ia lalu mengutip sebuah hadits, “Tidak ada dosa yang paling layak untuk disegerakan Allah siksanya di dunia di samping siksa yang disiapkan untuk pelakunya di akhirat, selain al-baghyu (sikap permusuhan) dan pemutusan silaturahim.”

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement