REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Kota Padang menilai, kehilangan pendapatan dari iklan rokok bukan masalah besar. Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Bapenda) Padang Adib Alfikri mengungkapkan, bahwa pendapatan dari pajak reklame rokok sebesar Rp 2-3 miliar atau 30 persen dari target pajak reklame Padang sebesar Rp 8,5 miliar per tahun.
Menurutnya, hilangnya reklame rokok bisa disubstitusi dengan iklan produk lain. Bapenda Padang mencatat, banyak produk lain selain rokok yang mengantre untuk memasang iklan, termasuk produk elektronik. "Meski awal waktu papan iklan bakal kosong dulu. Tapi setelah itu kami yakin pasti akan terisi. Daerah lain seperti Bogor sudah membuktikan. Padang juga pasti bisa," ujar Adib, Selasa (15/8).
Pernyataan Adib ini menyikapi munculnya pro dan kontra dalam penggodokan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait Kawasan Tanpa Rokok yang menindaklanjuti Perda nomor 24 tahun 2012 yang mengatur hal serupa. Dalam Ranperda yang baru, ditambahkan poin terkait larangan iklan rokok di Kota Padang terutama di tempat-tempat umum. Adib menilai, pendapatan daerah sebesar Rp 3 miliar tak sebanding dengan besarnya bahaya rokok yang harus ditanggung masyarakat Padang.
Bahkan angka Rp 2-3 miliar yang diperoleh dari reklame rokok terbilang kecil dibanding penerimaan pajak Kota Padang secara keseluruhan sebesar Rp 334,5 miliar pada 2017 ini. Angka ini juga melonjak hingga Rp 400,9 miliar pada 2018 mendatang. Sumber perpajakan, lanjut Adib, tentu tak hanya berasal dari reklame saja. "Artinya, bahwa yang disampaikan soal peluang pengganti sudah kami kaji. Walaupun soal iklan rokok ada pengurangan, namun yang beriklan bukan hanya rokok," ujar Adib.
Bila Perda soal Kawasan Tanpa Rokok (KTR) digolkan bersama DPRD Padang pada 2018 mendatang, maka secara resmi iklan-iklan rokok di kawasan publik resmi dilarang. Hanya saja, Adib menambahkan, perusahaan rokok yang sudah terlanjut meneken kontrak rokok hingga 2018 atau 2019 sekalipun masih diperbolehkan. Pemerintah Kota Padang hanya menyetop perpanjangan kontrak iklan dan kontrak baru sejak Perda KTR disahkan.
Perwakilan Pansus KTR DPRD Padang Muharlion menambahkan, Ranperda KTR yang sedang digarap saat ini sebetulnya menyempurnakan Perda KTR yang sudah ada. Poin penambahan paling krusial adalah larangan iklan rokok di tempat umum, termasuk larangan bagi sales promotion girl (SPG) untuk menawarkan produk rokok di tempat umum. Ia memandang bahwa ada niat yang baik dari pemerintah kota untuk membatasi ruang gerak reklame rokok di Kota Padang.
"Yang direvisi yang berkaitan dengan media ruang iklan saja, yang lain hanya ganti istilah saja. Sehingga ketika satu poin diubah dia akan pengaruhi beberapa pasal dalam Perda. Makanya Perda-nya perda revisi," ujar Muharlion.
Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo meminta agar pembahasan Ranperda KTR bisa memberikan solusi bagi petani tembakau di Sumatra Barat yang bisa jadi akan ikut terdampak kebijakan ini. Paling tidak, solusi tersebut bisa menanggung kerugian ekonomi yang bakal dialami petani tembakau bila industri rokok dibatasi untuk beriklan di Padang.
"Industri ini 71 persen yang menikmati pemeirntah. Jadi mestinya yang berkepentingan pemerintah. Kalau misalnya nggak butuh ya tutup saja, namun kami dicukupi. Konversi pemenuhan kita," ujar Budidoyo.