Rabu 16 Aug 2017 09:43 WIB

Terobosan Inovatif Minimalkan Backlog Sektor Properti

Perumahan (ilustrasi)
Foto: Antara
Perumahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebutuhan penyediaan rumah bagi masyarakat semakin tinggi. Selisih antara pemenuhan kebutuhan perumahan dengan yang tidak dapat terpenuhi atau yang lebih dikenal dengan backlog terbilang besar.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, backlog saat ini telah mencapai 11,6 juta. Pemerintah berupaya menekan backlog dengan membangun 4 juta unit rumah murah.

Namun upaya ini kemungkinan terkendala pembebasan tanah karena spekulan tanah masih berkuasa. Selain itu anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dipangkas menjadi Rp 3,1 triliun dari semula dari Rp 9,7 triliun serta sejumlah proyek infrastruktur yang tengah dikebut pemerintah.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan ada langkah lain yang dapat dipergunakan pemerintah dalam meminimalkan backlog yaitu dengan terobosan inovatif di sektor properti. "Ada banyak model teknologi baru yang bisa diadopsi. Seperti rumah kayu dengan teknologi tinggi, tahan gempa, anti air, dan dari sisi harga jauh lebih murah," kata Ali dalam keterangannya.

Langkah tersebut, menurut Ali, dapat menjadi solusi yang tepat dan memadai untuk penyediaan rumah berkualitas, terjangkau, ramah lingkungan dan keberlanjutan. Laporan McKinsey Global Institute (MGI) terbaru, saat ini terdapat 330 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia tinggal di perumahan di bawah standar. Sekitar 200 juta rumah tangga di negara berkembang tinggal di daerah kumuh.

MGI kemudian memperkirakan pada 2025, sekitar 440 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia -setidaknya 1,6 miliar orang- akan menempati perumahan yang tidak memadai, tidak aman, karena tidak punya akses finansial. Agar prediksi MGI tidak terjadi, terobosan teknologi properti harus diadopsi. Sebagai contoh dengan menggunakan produk kayu kimia tahan api non-polusi dalam bahan bangunan rumah kayu menjamin keamanan rumah yang dibangun, baik tunggal maupun multi-lantai.

Berdasarkan hitungan McKinsey Global Institute, rumah yang terbuat dari kayu rekayasa jauh lebih murah daripada rumah beton dan bata dengan ukuran yang sama. Umumnya harga sekitar 30 persen lebih murah, efisiensi skala, pembuatan dan produksi otomatis, biaya pondasi lebih murah, konstruksi yang cepat dan biaya pembiayaan yang jauh lebih murah. 

Bahan-bahan ini juga tahan air, tahan cuaca, tahan rayap, shock-proof dan load-bearing. Komponen rumah kayu yang didesain untuk dinding, pintu, atap dan lantai diproduksi di pabrik dan disatukan di lokasi, menjadikan proses membangun rumah berlangsung cepat, efisien dan dengan kualitas yang konsisten.

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pada Sabtu (12/8) menargetkan membangun sebanyak 4 juta unit rumah murah hingga 2019. Rumah ini diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan anggaran Rp 72 triliun.

Basuki mengatakan target empat juta rumah murah itu ditetapkan dengan mengacu pesatnya progres pembangunan rumah murah hingga tahun ini. Program ini juga untuk mengatasi backlog yang telah mencapai 11,6 juta rumah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement