REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan memanfaatkan sumber pembiayaan dalam negeri dan luar negeri untuk membiayai defisit anggaran dalam RAPBN 2018 yang direncanakan sebesar Rp 325,9 triliun atau setara dengan 2,19 persen dari produk domestik bruto (PDB). "Untuk membiayai defisit RAPBN 2018, pemerintah akan memanfaatkan sumber pembiayaan dalam negeri maupun dari luar negeri dalam bentuk pinjaman/utang, yang akan dikelola dengan berhati-hati dan bertanggung jawab sesuai dengan standar pengelolaan internasional," kata Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada Penyampaian Pemerintah atas RUU Tentang RABPN 2018 beserta Nota Keuangan, di depan Rapat Paripurna DPR RI, di gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (16/7).
Menurut Presiden, pinjaman tersebut akan digunakan untuk kegiatan yang produktif mendukung program pembangunan nasional, di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, serta pertahanan, dan keamanan. Pada kesempatan itu, Presiden mengumumkan RAPBN tahun 2018 dengan pendapatan sebesar Rp 1.878,4 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.204,4 triliun, sehingga defisit anggaran direncanakan sekitar Rp 325,9 triliun atau setara dengan 2,19 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Menurut Presiden, terkait pembiayaan anggaran dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif disebabkan keinginan mendorong ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya tetap dengan hati-hati serta menjaga kesinambungan fiskal ke depan. Peningkatan pembiayaan utang diarahkan kepada sektor-sektor produktif di masa depan, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta pembangunan daerah. Pemerintah akan terus menjaga pengelolaan utang secara hati-hati dan bijaksana untuk menghasilkan dampak positif pembangunan yang maksimal yang manfaatnya dapat dinikmati masyarakat luas.
Baca Juga: Kenaikan Jumlah Utang Indonesia ke Cina dari Tahun ke Tahun.
Selain itu, rasio utang terhadap PDB akan dijaga di bawah tingkat yang diatur dalam keuangan negara, dikelola secara transparan dan akuntabel, serta meminimalkan risikonya pada stabilitas perekonomian di masa sekarang dan akan datang.
Meski dengan perluasan pembangunan yang ekspansif selama periode 2015-2017, rasio utang dan defisit terhadap PDB dijaga tetap terkendali; rasio utang terhadap PDB tetap berada di bawah 30 persen dan defisit APBN di bawah tiga persen.
Pemerintah juga akan terus mengurangi defisit primer sehingga kesehatan dan keberlanjutan fiskal selalu dapat terjaga.
"Dengan defisit yang relatif kecil dibanding negara-negara anggota G-20 maupun emerging countries lainnya, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih tinggi, itu menunjukkan bahwa tambahan utang Indonesia telah menghasilkan peningkatan skala dan produktivitas ekonomi nasional," kata Presiden.