REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama beberapa tahun selepas merdeka dari Uni Soviet, Tajikistan menjadi negara paling demokratis di Asia Tengah. Komunitas Muslim dan partai-partai Islam mendapat kebebasan yang luas untuk melaksanakan kegiatan mereka.
Namun, beberapa tahun kemudian, kebijakan pemerintah terhadap Islam mulai berubah secara dramatis. Pada awal tahun 2000-an, pemerintah melarang pe muda Muslim yang berumur di bawah 18 tahun untuk mengunjungi masjid. Perem puan-perempuan juga dilarang mengenakan hijab di beberapa area. Mahasiswa Muslim juga dilarang meneruskan pendidikan Islam di negara-negara Arab. Pada saat yang sama, pemerintah juga melarang organisasi Islam internasional beraktivitas di Tajikistan.
Bahkan, rezim yang berkuasa secara terang-terangan melancarkan kampanye anti-PIR. Mereka berusaha melabeli PIR sebagai kelompok ekstremis. Di beberapa distrik, otoritas setempat menutup masjid yang dikendalikan PIR dan mengubahnya menjadi klub serta tempat minum teh.
Namun, bukan hal mudah untuk memberangus Islam. Para pengamat Islam yakin, pemerintah akan gagal mengurangi pe ngaruh Islam dalam kehidupan penduduk Tajikistan. “Yang terjadi justru bisa hal yang sebaliknya,” kata analis politik, Izzat Aman.
Menurut dia, generasi baru Muslim Tajik sangat religius dan militan. “Mereka tidak mau menonton saja kebijakan yang menekan Islam ini,” katanya.
Layak untuk dicatat, pemerintah Taji kistan sangat menyadari potensi masya rakat Muslim. Dalam beberapa kasus, terlihat pemerintah mencoba menggunakan potensi ini sebagai alat politik untuk ke pentingan mereka sendiri. Sebagai contoh, Presiden Rahmanov menyebut kebijakan pembatasan terhadap aktivitas Muslim sebagai bentuk “kepedulian terhadap kemurnian tradisi untuk Mazhab Hanafi Tajikistan.”
Belakangan terbukti, upaya keras pe me rintah untuk membatasi aktivitas umat Is lam tidak sukses. Bukan hanya karena se jarah negeri itu, tetapi juga karena peran dan potensi masyarakat Islam di seluruh dunia yang terus tumbuh. Tajikistan dan komunitas Muslim Tajik dengan potensi politiknya yang terus tumbuh menunjukkan betapa dalam dan kuatnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat tradisional Muslim di Asia Tengah.