REPUBLIKA.CO.ID, Jam menunjukkan pukul 13.00 waktu Singapura hari itu. Sejumlah orang mulai masuk ke masjid di kawasan pusat perbelanjaan negara kota tersebut meski tanpa penanda pukulan beduk.
Seorang pria bergamis putih berjalan santai dengan mengenakan kopiah putih masuk ke masjid. Dia masuk melalui pintu kanan masjid tempat salat khusus untuk pria guna menunaikan Salat Ashar berjemaah bersama dengan para warga beragam negara yang seharusnya mulai pukul 13.11 waktu setempat.
Pria itu adalah penyidik KPK Novel Baswedan yang sejak bulan lalu rutin melakukan salat lima waktu di masjid teresbut. Novel sudah berada di Singapura sejak 12 April 2017. Namun, sekitar 100 hari pertama, dia harus dirawat di rumah sakit untuk pengobatan kedua matanya yang disiram air keras.
"Kami ada facebook page dan saat cek 'facebook page' itu ternyata ada satu anggota jamaah Indonesia check in, di situ dia tulis bersama Novel Baswedan. Saya tengok ini pernah tampak dan saya Google namanya Novel dan baru tahu saya tahu dia warga Indonesia," kata imam masjid Ismail bin Hasyim (34) di Singapura, Rabu (16/8).
Hasyim yang merupakan warga Singapura keturunan Melayu itu sebelumnya tidak mengenal Novel sama sekali. "Sejauh ini saya hanya pantau dia karena ternyata dia ada isu, ada kontroversi (pemberitaan), hanya pantau saja sejauh ini tidak ada masalah, sejauh tidak melanggar peraturan," ungkap Hasyim.
Peraturan yang dimaksud Hasyim adalah aturan di Singapura yang tidak boleh mengumpulkan orang dalam kelompok di suatu tempat, kecuali sudah mendapatkan izin dari pengurus tempat tersebut, dalam hal ini staf masjid.
Menurut Hasyim, Novel memang taat salat lima waktu di masjid tersebut. "Dia sering, salat lima waktu, saat Salat Jumat biasa di saf (deret) depan atau kedua. Setelah salat fardu (wajib), dia juga salat sunah. Kadang dia pakai jaket hitam, kadang dia pakai topi cap, mungkin dia tidak mau orang kenal dia," kata Hasyim.
Meski sudah tahu sosok Novel, Ismail mengaku belum pernah mengobrol dengan Novel. "Selama saya di sini, kami tidak pernah mengobrol, mungkin dia perlu 'privacy' jadi saya tidak pernah bertanya. Akan tetapi, banyak orang Indonesia kenal dia, cuma tidak (menegur) saat di dalam masjid, tetapi setelah keluar masjid," kata Hasyim, menambahkan.
Dukungan Masyarakat
Perkataan Hasyim memang terbukti. Seusai Salat Ashar hari itu ada beberapa orang Indonesia yang menegur Novel, bahkan mengajak foto bersama. "Nama saya Tirza, saya tinggal di sini dan dari komunitas di sini ingin memberikan dukungan kepada Mas Novel," kata seorang perempuan berambut pendek berkulit kuning langsat.
Tirza pun berbincang sebentar dengan Novel dan menyampaikan dukungan kepada Novel. Setelah Tirza, dua orang perempuan berkerudung juga menegur Novel.
"Saya suka saja melihat wajah Pak Novel," kata seorang ibu.
"Mohon doanya, ya, Bu," kata Novel.
Mereka bertiga lantas berfoto bersama.
Menurut Novel, selama dia berada di Singapura memang ada banyak orang yang meminta foto bersama. "Iya (banyak yang minta foto), ada juga yang merekam video dari jauh, lalu dikirim dan disebut 'Nih Novel lagi jalan-jalan', tapi saya sih cuek saja," ucap Novel.
Serangan demi serangan yang dia alami--sebelumnya Novel pernah ditabrak mobil, dikriminalisasi dalam kasus penganiayaan, hingga penyiraman air keras--malah membuatnya makin berani mengungkap skandal korupsi. "Bahkan, saya kemudian meyakini bahwa kejadian ini adalah suplemen yang membuat saya makin kuat, makin berani dalam berjuang. Semoga setelah perkara ini saya menangani perkara yang lebih besar lagi. Kalau diserang lagi, alhamdullilah, tidak masalah, se-simple itu," kata Novel.
Ia pun mengaku ingin menularkan semangat kepada kawan-kawan pejuang antikorupsi lain agar tidak takut terhadap mafia atau orang lain yang menghalangi perjuangan mereka. "Jangan takut, baik dia menggunakan senjata atau menggunakan apa pun jangan takut, karena apa? Dia juga manusia, tidak tidak bisa berbuat apa-apa, dia lemah. Bagi saya, ancaman terberat adalah ketika saya berbuat buruk, ketika saya berbuat buruk dan Allah menakdirkan keburukan untuk saya, maka celakalah saya," kata Novel.
Meski pemberantasan korupsi di Indoensia masih menyisakan banyak pekerjaan rumah, Novel yakin bahwa Tuhan dapat menolong orang-orang yang berusaha memberantas korupsi itu. "Korupsi di Indonesia sedemikian parahnya. Kendati demikian, janganlah takut, segala sesuatu yang terjadi itu karena kehendak Allah dan kehendak Allah itu pasti baik. Manusia yang banyak kelemahannyalah yang tidak paham bahwa kehendak itu baik. Ketika itu terjadi, saya bisa berkeyakinan bahwa saya mengambil jalan terbaik untuk diri saya. Dengan begitu, saya akan kuat," jelas Novel.
Ia menegaskan pandangan yang menilai bahwa orang-orang yang punya banyak uang dan kekuasaan besar dapat berbuat apa pun di Indonesia tidaklah benar karena Tuhan Yang Mahakuasalah yang berhak menentukan segalanya.
"Saya merasa berkewajiban untuk berbuat sesuatu yang tentunya bernilai mulia, bernilai ibadah, bernilai kebaikan, saya kemudian bertawakal kepada Allah agar apa yang saya lakukan mendapatkan rida dan balasan dari Allah. Saya paham betul di Alquran surat Attaubah Ayat 51 bahwa secara singkat disebut bahwa segala sesuatu terjadi hanya karena kehendak Allah, artinya kalau sekarang terjadi pada mata saya saya menyadari bahwa ini adalah takdir Allah dan itu adalah baik. Kalau itu baik, masa saya menyesal?" ungkap Novel.
Novel mengaku mendapatkan semangat untuk tetap berjuang memberantas korupsi juga karena nasihat yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. "Saya pernah bertemu dengan warga biasa yang kemungkinan bila masyraakat melihat orang ini, masyarakat akan menyepelekan. Dia panggil saya, 'Mas Novel saya bisa bicara sama Anda'; 'Oh, ya, silakan', dia berbicara ke saya, 'Boleh saya berikan nasihat?' Saya katakan, 'Oh dengan senang hati', dia mengatakan 'Anda introspeksi dengan yang Anda lakukan, apabila Anda yakin bahwa Anda sedang berbuat kebenaran, tetaplah pada perbuatan itu maju, jangan takut sedikit pun jangan lihat kanan kiri, jangan lihat ke belakang, maju," cerita Novel.
Pesan kedua adalah agar Novel menjaga kejujuran walaupun kejujuran itu membuat dirinya terancam seperti apa pun. "Berkatalah jujur karena kalau Anda tidak jujur berati Anda menantang Allah Swt. dan itu adalah maksiat terbesar untuk Anda. Saya terpesona dengan dia, saya berterima kasih karena tentunya selain dia, Allah yang mengingatkan kepada saya, jadi saya kira sangat tepat bila saat ini saya bercerita kepada masyarakat bahwa ini menjadi semangat yang sama untuk kita pahami semua," ungkap Novel sambil tersenyum.
Karena mendapatkan dukungan dari masyarakat itu, dia pun mengaku tidak terlampau mengkhawatirkan keluarganya. Termasuk anak-anaknya, empat perempuan dan seorang laki-laki yang pada bulan Agustus ini baru berusia tujuh bulan.
"Apakah saya merisaukan diri mereka? Saya tahu bahwa Allah yang menjaga mereka. Saya pernah bicara dengan anak saya yang paling besar, 'Nak saya bekerja ekstrem, loh, nak' kenapa saya bertanya begitu? Bukan karena saya tidak tahu jawabannya, bukan karena saya ragu, melainkan saya ingin mendidk dia. Saya ingin mencoba dia apakah dia sudah punya pilihan yang kuat. Dia jawab dengan tenang dan berani, 'Jangan takut Bi, Abi (bapak) pilih saja yang harus dilakukan, Abi jangan takut. Jadi, dengan begitu saya merasa bahwa tidak ada yang perlu dirisaukan karena takdir Allah dan takdir Allah itu pasti baik karena itu saya tidak perlu khawatir," ucap Novel.
Pascaoperasi
Setelah menjalani operasi pada 17 Agustus 2017, Novel pun tidak dapat langsung beraktivitas normal karena sesungguhnya operasi itu adalah operasi pembuatan jaringan artifisial di matanya. Operasi dimulai dengan pembersihan mata dari katarak dan menyedot cairan glukoma di bola mata kiri. Selanjutnya, dokter mencabut dan meleburkan satu gigi yang paling kuat, yaitu gigi taring, kemudian memotong dan mencabut gusi yang akan digunakan melapisi mata.
Tahap selanjutnya, dokter membuat retina artifisial dari gigi yang dibentuk menjadi ring. Pelapis retina artifisial itu berasal dari kulit gigi. Namun, artifisial tersebut tidak langsung dipasang di mata, tetapi ditanam di dalam pipi selama dua bulan untuk menjadi retina baru.
Baru pada operasi besar tahap kedua yang diperikirakan 2 bulan mendatang, retina artifisial itu dicabut dari pipi, kemudian ditanam ke dalam bola mata kiri Novel. Pukul 13.35 waktu Singapura, Novel keluar dari ruang operasi dengan dibawa menggunakan tempat tidur. Operasi sebenarnya berlangsung dari pukul 08.15 hingga 12.45 waktu Singapura. Mata kiri Novel tampak diberi pelindung plastik transparan.
Keluarga Novel, yaitu abang Novel, Taufik Baswedan, istrinya Rina Emilda, ibu Novel serta anak bungsu Novel setia menunggu Novel dari kamar operasi di satu kamar yang berada satu lantai dengan kamar operasi. Perwakilan dari KPK yaitu seorang penyidik KPK dan dokter KPK, Johanes Hutabarat juga ikut menunggui jalannya operasi.
Masih butuh waktu dua bulan dan tiga minggu sebelum Novel dan keluarga mengetahui apakah operasi tersebut berhasil atau tidak mengembalikan fungsi mata kirinya lagi. Sang istri pada 18 Agustus 2017 pun sudah kembali ke Indonesia bersama si bungsu untuk mengurus kelima anak mereka.
Novel pun masih harus menempuh jalan panjang dan berani bila dia memutuskan untuk tetap memegang teguh sikapnya selama ini. "Saya tidak pernah berpikir rumit atas segala hal. Saya paham bahwa Allah yang mengatur segalanya, rezeki Allah yang mengatur, umur Allah yang mengatur, semua pertemuan Allah yang mengatur, tidak ada yang rumit. Saya bukan orang yang suka berangan-angan, tetapi segala sesuatu yang terjadi di depan saya, saya akan pilih jalan yang paling berani untuk menghadapinya," kata Novel, menegaskan.