REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa menyerukan larangan men-stigma para mantan narapidana, apalagi mengucilkan mereka. Masyarakat justru harus menyiapkan proses reintegrasi sosial agar mereka kembali bersosialisasi seperti semula.
"Jangan men-stigma mereka. Biarkan mereka bekerja dan bermasyarakat dengan baik, anak-anak mereka bisa sekolah dengan baik. Mereka punya hak yang sama seperti warga negara Indonesia yang lain," kata Mensos usai bertemu para eks napiter dan kombatan yang tergabung dalam Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) di Lamongan, Jawa Timur, Ahad (20/8) petang.
Khofifah mengungkapkan Indonesia adalah 'rumah besar' milik bersama. Ketika para eks narapidana teroris (napiter) dan kombatan telah berkomitmen bersama-sama menjaga NKRI, maka mereka wajib dirangkul kembali. "Ketika terjalin hubungan yang harmoni, maka seluruh elemen bangsa akan merasa aman dan tenang di 'rumah besar' Indonesia," papar dia.
Kemensos juga akan melakukan pendampingan dari sisi psikososial. Kemensos memiliki program dan konselor senior untuk memberikan Layanan Dukungan psikososial. Hal ini penting menurut Mensos, untuk mengembalikan rasa percaya diri dan menguatkan mereka saat kembali ke lingkungan masing-masing dan menjalankan hidup sehari-hari.
Sementara itu kepada para istri eks napiter dan kombatan, Khofifah mendorong mereka untuk membuka usaha berdasarkan keterampilan masing-masing. Kemensos akan siap memberikan dukungan.
"Silakan ditentukan formatnya seperti apa. Ibu-ibu bisa menjahit, membuka usaha bikin kue atau usaha keterampilan lainnya. Kemensos ada program pendukungnya yakni melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)," kata Mensos dalam keterangan tertulis.
Sementara itu Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian, Ali Fauzi mengungkapkan Yayasan Lingkar Perdamaian didirikan pada 26 November 2016. Yayasan ini berada di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
"Dengan motto Merawat Ukhuwah Merajut Perdamaian kami ingin bersama-sama menjaga rumah kita Indonesia dan membangun harapan baru," kata adik kandung Amrozi dan Ali Imron yang merupakan terpidana mati kasus bom Bali tahun 2002 itu.
Ali mengungkapkan, berdirinya yayasan ini berawal dari kondisi para eks napiter dan kombatan yang terkucilkan dan kesulitan saat ingin bekerja kembali setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
"Dari kumpul-kumpul dan berproses bersama, kami bertekad mendirikan yayasan yang memfokuskan tujuan membantu pemerintah melawan terorisme," tutur dia dengan serius.
Saat ini, Ali dan para anggota YLP rutin membantu pemerintah melakukan kampanye perdamaian, kunjungan ke lapas, memberikan program pemberdayaan dan pendampingan eks napiter dan kombatan, serta memberikan dukungan mental kepada mereka.
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh haru itu satu per satu para eks napiter, kombatan, para istri dan anak-anak mereka bersalaman dengan Mensos. Semuanya kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Berkibarlah Benderaku sambil membawa bendera merah putih.
"Saya berharap silaturahmi dan sapaan ini akan lebih konkret melalui berbagai program di Kementerian Sosial seperti usaha ekonomi produktif," kata Mensos.