Senin 21 Aug 2017 19:14 WIB

Ribuan Ton Gula Petani Cirebon Disegel Setelah tak Laku

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
Stok gula dalam gudang di Pabrik (ilustrasi)
Foto: usiness.financialpost.com
Stok gula dalam gudang di Pabrik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Ribuan ton gula milik petani Cirebon disegel Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan dalih tidak memenuhi kualitas Standar Nasional Indonesia (SNI). Gula tersebut sebelumnya tidak laku dijual.

Para petani menduga, penyegelan yang didahului dengan penilaian secara mendadak itu terindikasi untuk memuluskan peredaran gula impor rafinasi. ''Petani gula saat ini sedang terpuruk, malah kini gulanya disegel. Ibaratnya sudah jatuh, tertimpa tangga pula,'' ujar salah seorang pengurus Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar, Agus Safari, Senin (21/8).

Agus mengatakan, ribuan ton gula petani saat ini tak laku terjual dan menumpuk di gudang milik pabrik gula. Para pedagang berdalih tak mau membeli gula petani karena adanya penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk gula tebu sebesar sepuluh persen.

Di saat bersamaan, gula rafinasi impor yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman (mamin), ternyata malah ditemukan beredar di pasaran. Bahkan, tumpukan gula rafinasi juga ditemukan di gudang distributor di Kota Cirebon.

Menyikapi hal tersebut, ratusan petani tebu akhirnya menggelar aksi unjuk rasa ke Kantor Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Cirebon dan Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon, Selasa (8/8). Selang beberapa hari setelah aksi itu, gula petani yang ada di dua pabrik gula (PG), yakni PG Sindanglaut dan PG Tersana  Baru, disegel oleh Kemendag dengan alasan kualitasnya tidak sesuai SNI.

''Petani panen, gulanya tak ada yang mau beli. Gula impor rafinasi beredar di pasaran, petani melakukan aksi untuk memprotesnya. Setelah aksi, gula petani malah disegel. Ada apa ini?,'' tutur Agus.

Agus menyatakan, alasan Kemendag menyegel gula petani karena kualitasnya tidak memenuhi standar SNI, patut dipertanyakan. Pasalnya, selama bertahun-tahun tidak pernah ada pengecekan kualitas gula petani dari pihak Kemendag. Selain itu, berdasarkan informasi dari pihak pabrik gula, kualitas gula petani masih sesuai ketentuan SNI.

Petani tebu menduga, penyegelan gula itu terkait maraknya peredaran gula rafinasi. Dengan disegelnya gula petani, maka diduga akan semakin memuluskan peredaran gula rafinasi untuk kebutuhan konsumsi dan dijual di pasaran.

''Logikanya, kalau (gula petani) tiga bulan tidak dibeli, harusnya stok gula (di pasaran) habis. Tapi kenyataannya di pasaran tidak terjadi kelangkaan gula,'' tukas Agus.

Pengurus DPD APTRI Jabar, Mae Azhar, juga mengaku sangat menyesalkan penyegelan gula petani. Apalagi, dia mengatakan, penyegelan dilakukan sebelum pengambilan sempel. ''Ini lucu. Disegel dulu, baru diambil sampelnya. Apalagi sebelum-sebelumnya juga tidak pernah ada pengecekan kualitas gula petani'' kata Mae.

Mae pun menduga ada skenario besar didalamnya. Selain terkait gula impor rafinasi, dia juga menduga penyegelan itu menyangkut pembelian gula petani. ''Setelah disegel, esok harinya Bulog menyatakan siap membeli gula petani dengan harga Rp 9.700 per kg. Padahal HET (harga eceran tertinggi)-nya Rp 12.500 per kg. Ini kan aneh,'' tutur Mae.

 

Sementara itu, menyikapi hal tersebut, para petani tebu siap melakukan aksi protes dengan mendatangi Istana Negara. Rencananya, aksi tersebut akan dilakukan akhir Agustus mendatang. N lilis sri handayani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement