REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kampung tematik menjadi salah satu program Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk menarik wisatawan domestik maupun internasional. Di antara sejumlah kampung tematik, wilayah yang berada di Polowijen bisa jadi salah satu tempat wisata yang cukup terkenal di Kota Malang.
Kampung Budaya Polowijen belum lama ini diresmikan oleh Pemkot Malang pada April lalu. Tempat yang berada di RT 03/02 Pulowijen ini awalnya tidak terlalu mencolok dibandingkan lokasi lainnya. Penggagas Kampung Budaya Polowijen Sopanah menilai, kondisi kampung itu awalnya tidak terlalu bersih, terutama sungai yang berada di sekitaran tempat itu.
Entah dari mana muncul ide tersebut, Sopanah bersama sang suami berkeinginan untuk mengubah kampung itu lebih baik lagi. Sebab, kampung itu memiliki sejumlah situs budaya yang berpotensi mendatangkan wisatawan. Beberapa di antaranya seperti situs Ken Dedes, makam Penemu Topeng Malang Mbah Reni dan Mpu Purwo. "Sebelumnya banyak yang berkunjung di sana untuk tirakat semalaman di situ Ken Dedes," kata perempuan yang biasa dipanggil Ana ini saat ditemui Republika.co.id di Kampus 2 Universitas Widyagama Malang, Senin (21/8).
Setelah mengadakan pertemuan dengan warga Polowijen, masyarakat ternyata merespon baik ide pendirian kampung budaya. Masyarakat dan pemerintah mulai menyepakati lokasi ini sebagai destinasi unggulan kampung tematik di Kota Malang.
Pada awalnya, pihaknya langsung mengubah konsep rumah warga bernuansa "zaman dahulu" berdinding bilik bambu. Kemudian rumah itu diharapkan dengan sungai sehingga dapat mengubah suasana lebih syahdu. Ditambah lagi dengan pembangunan gazebo yang acap dijadikan pusat kegiatan warga seperti membatik, menari topeng dan sebagainya.
"Ke depan, kampung budaya ini tentu tidak hanya sekedar untuk destinasi wisata tapi membantu ekonomi masyarakat juga. Masyarakat bisa menjual suvenir, batik dan sebagainya pada mereka yang datang," kata perempuan berhijab ini.
Hingga saat ini, Ana menyebutkan, kampung biasanya akan ramai pada Ahad. Warga memiliki kegiatan rutin seperti senam sehat, latihan menari dan membatik. Semuanya dapat diikuti warga secara gratis, termasuk para wisatawan yang mungkin ingin menyaksikan kegiatan mereka.
Untuk wisatawan, Ana mengungkapkan, kebanyakan dari kalangan mahasiswa dan pelajar yang ingin mempelajari nilai budaya kampung itu. Baru sedikit wisatawan asing maupun luar daerah yang mengunjungi lokasi itu mengingat pihaknya belum bekerjasama Dengan agen travel. Ditambah lagi, kampung ini masih belum sempurna sehingga perlu ditingkatkan lagi fasilitasnya.
Ke depan, pihaknya akan terus bekerjasama dengan lembaga pendidikan agar bisa rutinh mengunjunginya kampung itu. Dengan demikian, akan membantu ekonomi masyarakat setempat yang dapat menjual karyanya seperti batik, topeng Malangan dan sebagainya. "Kita juga lagi berusaha menyelesaikan pembangunan gazebo termasuk menunggu bantuan Pemkot Malang yang belum direalisasikan sampai sekarang. Kalau ada sanggar, warga bisa menjadikannya sebagai tempat pagelaran nantinya," tambah dia.