Rabu 23 Aug 2017 16:36 WIB

Sidang di MK, ACTA Mengkhawatirkan Efek Domino Perppu Ormas

Rep: Santi Sopia/ Red: Ilham Tirta
Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Hendarsam Marantoko (tengah).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Hendarsam Marantoko (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan seluruhnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Ormas. Kuasa Hukum sekaligus advokat ACTA, Hendarsam Marantoko menilai Perppu Ormas cacat formil maupun materiil.

"Pembentukan Perppu bertentangan dengan UUD 1945, tidak melalui prosedur sebagaimana mestinya," kata Hendarsam usai menjalani sidang pemeriksaan pendahuluan uji materiil di MK, Rabu (23/8).

ACTA mengkhawatirkan efek domino Perppu Ormas. ACTA menyoroti penghapusan wewenang pengadilan untuk membubarkan Ormas yang terdapat dalam Perppu. "Bisa-bisa, kita tidak tahu besok-besok, ACTA, Ormas lain dibubarkan tanpa pengadilan, pembelaan, bagaimana? Ini pasti berdampak," kata Hendarsam.

ACTA mengaku akan melakukan perbaikan permohonan secepatnya sebagaimana permintaan hakim MK. Menurut Hendarsam, perbaikan yang diminta hakim tidak bersifat terlalu prinsip. Sebelum 30 Agustus mendatang, ACTA sudah harus mengajukan perbaikan untuk bisa mengikuti sidang pleno bersama penggugat Perppu Ormas lainnya.

"Mungkin masalah redaksional saja, dalam permohonan juga sudah ada, cuma kita belum sempat mempersempit itu, ada juga soal legal standing," katanya.

ACTA menilai substansi Perppu Ormas bertentangan dengan Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945. Lahirnya Perppu yang tidak memenuhi ihwal kegentingan memaksa dianggap merupakan pencederaan demokrasi yang nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan UUD yang berbunyi "berserikat mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang".

Sebelumnya dalam sidang, ACTA menyampaikan pemerintah telah membubarkan Ormas menggunakan Perppu, padalah Perppu tersebut belum disahkan DPR. Hal ini dinilai melanggar pasal 28 ayat 1 UUD 1945 menghilangkan hak konstitusional. ACTA meminta MK menyatakan Perppu dihapus dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sementara hakim sekaligus Ketua MK, Arief Hidayat, meminta pemohon memisahkan permohonan formil dan materiil. Hakim juga meminta pemohon menguraikan pasal yang dianggap bertentangan dengan konstitusi.

Kalau pengujian formil, kata Arief, pemohon bisa saja mengatakan bahwa seluruh Perppu bertentangan karena proses, tata cara pembentukannya tidak sesuai dengan undang-undang. "Tapi apakah seluruh Perppu ini mau dimasak seluruhnya? kalau seluruh Perppu itu mau digas, wah berarti saudara harus menguraikan kenapa pasal ini, kenapa pasal ini, kenapa pasal ini, pasal ini bertentangan dengan konstitusi," kata Arief.

Diketahui, sampai saat ini tercatat ada enam perkara gugatan Perppu Ormas, termasuk yang diajukan ACTA. Sebelumnya perkara terdaftar dalam lima nomor. Perkara Nomor 38 dimohonkan oleh Afriady Putra, Organisasi Advokat Indonesia; Perkara Nomor 39 dimohonkan oleh Ismail Yusanto dengan Kuasa Hukum Yusril Ihza Mahendra; Perkara Nomor 41 dimohonkan oleh Dewan Pengurus Pusat Aliansi Nusantara (ALSANTARA); Perkara Nomor 48 dimohonkan oleh Yayasan Sharia Law Alqonuni; dan Perkara Nomor 49 dimohonkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement