Rabu 23 Aug 2017 18:34 WIB

Guru Besar Unas: Citra Jokowi Masih Kuat

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Agus Yulianto
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional (UNAS) Maswadi Rauf (tengah) bersama para dosen sekolah pascasarjana UNAS saat berkunjung ke kantor Harian Republika, Jakarta, Rabu (23/8).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional (UNAS) Maswadi Rauf (tengah) bersama para dosen sekolah pascasarjana UNAS saat berkunjung ke kantor Harian Republika, Jakarta, Rabu (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kritik Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengenai kepemimpinan Jokowi sebagai seorang yang otoriter ditanggapi Guru Besar Unas, Prof Maswadi Rauf. Menurut dia, walau dikomentari sebagai diktator, tapi citra Jokowi masih kuat.

"Soal elektabilitas menurun itu biasa, tapi saya melihat citra Jokowi ini masih kuat. Saya melihat perkembangan Jokowi itu adalah sebuah pilkada yang aneh. Seorang yang tidak dikenal di Jakarta, bisa menang. Orang Jakarta tidak kenal dia dan dia tidak kenal Jakarta, itu dalam literatur aneh sekali," ujar Maswadi dalam kunjungannya ke Kantor Harian Republika, Rabu (23/8).

Dalam rangka Pilpres 2019 mendatang, dia pernah mendapat sebuah pertanyaan dari seorang wartawan yang mendatanginya, tentang seperti apa Jokowi pada Pilpres mendatang. Maswadi menjawab, pilpres masih jauh dan belum tentu keenam partai ini akan mendukung Jokowi nantinya.

Kekuatan Jokowi, dikatakan Maswadi, ada pada citranya. Kata dia, tampang serta gayanya yang menjadi penting dalam membentuk citranya. Ïtu menjadi modal utama, namun didukung juga dengan beberapa gebrakan Jokowi yang luar biasa," ucapnya.

Gebrakannya yang kontroversial itu di antaranya pembangunan infrastruktur. Namun, Maswadi mengakui, tidak tahu itu siapa yang ngajarin dia. "Walau saya agak kecewa jembatan Selat Sunda tidak jadi dibangun. Tapi, intinya kekuatan Jokowi ke depan akan semakin meningkat dengan keberhasilan yang ia capai ini," papar dia.

Kemudian, ada satu kelemahan Jokowi yang dilihat oleh Maswadi, sekaligus menanggapi komentar SBY yang menuduh Jokowi sebagai diktator, yakni dia melihat Jokowi bukan sebagai seorang politisi. "Bisa kita lihat dari menyikapi Aksi 411 lalu Aksi 212, ia lebih menyikapi dengan emosi. Saya juga melihat cuplikan pidato tentang demo, dia bilang ada politisi yang menunggangi di belakangnya, tapi dia tidak berani menyebutkan siapa," papar dia.

Tuduhan SBY terhadap pemerintah Jokowi yang terlihat diktator, juga bukan tanpa dasar. SBY berbicara seperti itu, dikatakan Maswadi, karena SBY melihat ke depannya akan seperti apa dari langkah-langkah yang diambil Jokowi.

"Saya juga ingat pidato Jokowi yang mengatakan, demo itu tidak perlu. Kalau Kepala Ormas yang bilang seperti itu, masih okelah, tapi seorang Presiden, mengatakan hal itu, ini tidak bisa. Demokrasi tanpa demo itu akan hancur. Tidak ada yang namanya demokrasi tanpa demo," ujar Maswadi.

Bahkan sepaham dengan SBY, salah seorang dosen Unas lainnya, Alfan Alfian, menyetujui kediktatoran Jokowi. "Walau Jokowi bilang tidak ada potongan presiden yang otoriter, tapi perlu diteliti unsur-unsur rezim Jokowi saat ini benar-benar dalam kondisi otoriter," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement