Kamis 24 Aug 2017 20:20 WIB

Politikus Golkar Dituntut 5 Tahun Penjara

Tersangka dugaan tindak pidana korupsi Pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KTrans), Kementerian Tenaga Kerja dan Tramigrasi (Kemenakertrans) tahun 2014 Charles Jones Mesang berjalan memasuki mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Tersangka dugaan tindak pidana korupsi Pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KTrans), Kementerian Tenaga Kerja dan Tramigrasi (Kemenakertrans) tahun 2014 Charles Jones Mesang berjalan memasuki mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR (2009-2014) dari Fraksi Golkar Charles Jones Mesang pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (24/8), dituntut hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan. Ia didakwa menerima suap Rp 9,75 miliar terkait penambahan anggaran dana tugas pembantuan tahun 2014 di Kementerian Tenaga Kerja yang sekarang bernama Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Tuntutan hukuman itu disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) KPK Nur Haris Arhadi. Tuntutan itu berdasarkan pasal 12 huruf a UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 sebagaimana dakwaan pertama.

Selain tuntutan pidana penjara, JPU KPK juga menuntut agar Charles dijatuhi hukuman tambahan. "Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap jaksa Haris, Kamis.

Hukuman tambahan itu disebabkan karena uang yang diterima Charles juga digunakan untuk biaya politik salah satu polikus asal Golkar tersebut. "Bahwa dalam fakta persidangan, sebagian uang yang diterima terdakwa dipergunakan untuk membiayai survei penyaringan calon Bupati Alor dari Partai Golkar melalui DPD 1 Golkar NTT sebesar Rp 150 juta. Dalam hal ini penuntut umum berpendapat perbuatan teradkwa adalah bentuk perbuatan yang merusak sendi-sendi demokrasi dan good governance principles karena jika biaya poliki yang digunakan oleh terdakwa berasal dari hasil kejahatan maka dapat dipastikan output-nya tidak akan sejalan dengan tujuan bernegara yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," kata jaksa Haris.

Dalam persidangan, Charles yang terbukti menerima Rp 9,75 miliar dari rekanan dan kepala-kepala dinas di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mengembalikan seluruh uang tersebut. "Dalam proses persidangan, terdakwa telah mengembalikan uang sejumlah Rp 9,55 miliar dengan perincian, uang yang dikembalikan terdakwa saat penyidikan perkara atas nama Jamaluddien Malik sejumlah 80 ribu dolar AS yang saat itu setara Rp986 juta dan uang yang dikembalikan terdakwa saat persidangan perkara a quo sejumlah Rp 8,564 miliar sedangkan sisanya Rp 200 juta sudah dikembalikan oleh Achmad Said Hudri," jelas jaksa.

KPK juga memberikan status justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum karena Charles bersikap sangat kooperatif dengan menyampaikan fakta sebenarnya di tingkat penyidikan sampai proses persidangan. Terdakwa juga mengungkapkan keterlibatan pelaku lain dan telah mengembalikan seluruh hasil kejahatannya.

"Dikarenakan teradkwa memenuhi persyaratan sebagai justice collaborator pada 15 Agustus 2017, pimpinan KPK menetapkan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekrja sama berdasarkan Surakt Keputusan No KEP.967/01-55/08/2017," tambah jaksa Harris.

Dalam perkara ini, mantan Dirjen Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KTrans) Jamaluddien Malik dan Achmad Said meminta bantuan Charles untuk memperjuangkan anggaran tugas pembantuan 2014 di Komisi IX dan Badan Anggaran.

Agar proses pembahasan lancar, Charles menjanjikan akan memberikan sejumlah uang kepada beberapa anggota Komisi IX DPR dan untuk merealisasikannya terdakwa meminta fee terhadap Achmad Said Hudri sebesar 6,5 persen dari jumlah anggaran yang akan diterima Ditjen P2KTrans. Fee itu akan dibagikan kepada anggota badan anggaran sebesar 5 persen, anggota Komisi IX DPR sebesar 1 persen, dan untuk Charles 0,5 persen.

Realiasi yang diberikan melalui Achamd Said Hudri, Jamaluddien Malik, Syafruddin dan Sudarti dari 16 kepala dinas yang membidangi transmigrasi atau penyedia barang/jasa pada beberapa daerah seluruhnya berjumlah Rp 14,65 miliar dengan jumlah bervariasi antara Rp 200 juta hingga Rp 3,4 miliar sehingga total berjumlah Rp 9,75 miliar.

Atas tuntutan itu, Charles akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada pekan depan. "Mengenai tuntutan kami akan ajukan pledoi minggu depan," kata Charles.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement