Kamis 24 Aug 2017 18:34 WIB

Kartu Diaspora Indonesia Mendapat Tanggapan Negatif

Rep: Sastra Wijaya/ Red: Budi Raharjo
Kongres diaspora Indonesia.
Foto: ABC News
Kongres diaspora Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID,Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan kartu yang disebut Kartu Masyarakat Indonesia di Luar Negeri (KMILN). Namun para dispora Indonesia yang baru saja menyelesaikan kongres di Jakarta kecewa dengan adanya kartu tersebut karena tidak mencakup warga Indonesia yang tidak lagi menjadi warga negara Indonesia.

Beberapa warga Indonesia yang tinggal dan pernah tinggal di Australia kepada ABC Australia Plus juga mempertanyakan kehadiran kartu itu.  Menurut mereka, kartu itu lebih banyak bersifat untuk mengumpuilkan data mengenai jumlah warga Indonesia yang berada di luar negeri dibandingkan manfaat lainnya.

Kartu ini dikeluarkan dan disosialisasikan oleh Niniek Kun Naryatie. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia di Luar Negeri Kementerian Luar Negeri dalam Kongres Global Diaspora Indonesia di Jakarta 22-23 Agustus 2017.

Namun KMILN ini hanya bisa digunakan oleh warga asal Indonesia yang masih menjadi warga negara Indonesia yang sekarang tinggal di luar negeri. Kartu tidak mencakup warga asal Indonesia yang sudah tidak lagi menjadi warga negara.

"Kami pada dasarnya kecewa dengan penerbitan kartu ini, karena tidak sesuai dengan apa yang kami perjuangkan sejak 2013. Kartu ini hanya akan menjadi semacam pendataan warga Indonesia yang ada di luar negeri." kata panitia Kongres dalam kesimpulan akhirnya.

Salah seorang yang terlibat dalam kongres ini adalah Astrid Vasille dari Perth (Australia Barat). Ia terlibat dalam Indonesia Diaspora Business Council, salah satu organisasi di bawah payung Indonesia Diaspora Global Network.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Astrid Vasille (dua dari kanan) di kongres global Diaspora Indonesia di Jakarta. Foto: Istimewa

Menurut mereka, bagi warga Indonesia yang tinggal di luar negeri pun, kartu ini tidak akan banyak berguna. Karena mereka masih memiliki identitas lain yang bisa digunakan bila mereka hendak menggunakannya di Indonesia.

Dalam penjelasan dari Kementerian Luar Negeri disebutkan bahwa kartu diaspora ini akan bisa digunakan untuk membuka rekening di bank umum. Atau memiliki properti di Indonesia dan juga mendirikan badan usaha di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Bagi mereka yang sudah tidak menjadi warga Indonesia lagi, kartu ini tidak banyak manfaatnya. Kartu ini hanya sekadar menjadi kartu identitas saja, hanya membantu Kemenlu untuk mendapatkan data-data mereka yang bukan WNI," demikian penjelaskan Task Force Dwi Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia Diaspora Network dalam penjelasan dalam sesi tanya jawab dengan peserta kongres.

Tindakan kurang taktis dan tidak efisien

Seorang warga Indonesia yang memberikan pandangan kritis mengenai kehadiran kartu diaspora ini adalah Parada Hutauruk. Ia pernah belajar di Universitas Adelaide (Australia Selatan) dan sekarang pindah dan bekerja di Pohang Korea Selatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Parada Hutauruk sekarang tinggal dan bekerja di Pohang, Korea Selatan. Foto: Istimewa

"Menurut pendapat saya mengenai kartu diaspora dengan tujuan hanya untuk pendataan para diaspora di seluruh dunia termasuk Australia adalah tindakan yang kurang taktis dan strategis serta tidak efisien," katanya lewat email kepada wartawan ABC Sastra Wijaya.

"Pendataan diaspora sebenarnya bisa dilakukan melalui KBRI di masing-masing negara, dimana hal ini sudah dilakukan oleh KBRI tanpa ada kartu diaspora yang disebut sebagai lapor diri."

"Untuk apa ada kartu diaspora lagi, kenapa tidak memanfaatkan fasilitas yang sudah ada. Berdasarkan ini, pembuatan kartu diaspora sang at tidak efektif dan cenderung membuang-buang biaya."

Menurut Parada Hutauruk, yang harus dilakukan pemerintah Indonesia khususnya Departemen Luar Negeri adalah mengambil langkah melakukan lobi dengan pemerintah masing-masing negara dimana para diaspora tinggal dan mulai mendiskusikan masalah dan kemungkinan untuk kewarganegaraan ganda.

Dan menurutnya, bilapun, kartu diaspora mesti harus dibuat, Parada Hutauruk mengatakan bahwa kartu tersebut tidak harus terpisah. "Cukup hanya diberi stempel di paspor dari para diaspora. Hal ini persis sama seperti yang dilakukan pemerintah Korea Selatan kepada para imigran di Korea." katanya lagi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Diana Pratiwi tinggal di Melbourne. Foto: Istimewa

Diana Pratiwi seorang warga asal Indonesia yang tinggal di Melbourne (Victoria) juga melihat bahwa kartu diaspora ini tidak ada manfaatnya bagi warga asal Indonesia yang tidak lagi memiliki kewarganegaraan RI.

"Manfaat KMLN ini masih belum seperti yang di perjuangkan oleh kelompok Diaspora. Karena pemegang KMLN yang masih berstatus warga negara asing masih tidak bisa punya hak milik atas tanah dan bila ingin investasi di Indonesia masih harus tetap melalui badan terkait dengan persyaratan sebagai investor asing." katanya.

"Jadi untuk yang sudah tidak berwarganegara Indonesia, kelihatannya KMLN ini kurang memberikan manfaat." katanya. "Di saat ini, kelihatannya KMLN lebih untuk pendataan masyarakat diaspora Indonesia."

Diana Pratiwi berharap bahwa dalam waktu dekat, pemerintah Indonesia menindaklanjuti hasil pendataan dari KMILN untuk memperjuangkan dwi kewarganegaraan. "Tentu ini tidak terlepas bagaimana kontribusi masyarakat diaspora Indonesia sendiri dalam meyakinkan pemerintah dan masyarakat di Indonesia." kata Diana Pratiwi.

Sementara itu Mohammad Anshori yang tinggal di Perth (Australia Barat) dalam reaksinya setelah mendengar dari beberapa kalangan diaspora Indonesia memberikan tanggapan berikut. "Sejauh ini ada dua reaksi dari WNI dan non WNI."

"Pada umumnya mereka menyambut dengan baik, karena ada beberapa pertanyaan yang mereka ajukan seperti apakah kartu ini bisa mengganti eKTP yang agak susah ngurusnya buat kita yang sudah lama tinggal di luar.

"Sedangkan dari yang WNA mempertanyakan prosedur untuk mendapatkannya," ujarnya. "Saya pribadi melihat ini langkah awal dalam hal pengakuan pemerintah RI kepada para Diaspora Indonesia. Perihal apakah nantinya dwi kwarganegaraan juga akan disahkan DPR, itu lain cerita."

"Setidaknya ini sudah menjadi pengobat rindu untuk menjalin hubungan antara pemerintah RI dengan para Diaspora yang selama ini terputus karena perbedaan passpor. Padahal hati masih tetap cinta Indonesia yaitu dengan tetap sebagai salah satu sumber devisa negara." kata Mohammad Anshori.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/reaksi-atas-kartu-diaspora/8839332
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement