Kamis 24 Aug 2017 22:04 WIB

Kebijakan Impor Garam Dinilai Seperti Lingkaran Setan

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Karta Raharja Ucu
Petani Garam di Pamekasan (ilustrasi)
Foto: Saiful Bahri/Antara
Petani Garam di Pamekasan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelangkaan garam pada Juni 2017 membuat pemerintah memutuskan untuk impor garam. Imbasnya ketika panen Agustus 2017 ini, petambak garam lokal mengalami kerugian.

Pengamat Ekonomi, Enny Sri Hartati menyebutkan ada kesalahan kebijakan yang bisa menjadikan impor garam seperti lingkaran setan. "Keputusan impor garam pada Juni adalah respon kebijakan pemerintah yang tidak tepat, karena tidak memberikan insentif terhadap petambak. Ini yang menjadi lingkaran setan. Yang menjadi sebab akibat kualitas garam kita. Terutama garam dari petambak," jelas Enny saat dihubungi Republika.co.id via telepon, Kamis (24/8) pagi.

Sebenarnya, Enny menuturkan, masalah indikasi kekurangan pasokan garam sudah bisa dilihat pada Januari dan Februari. Media juga sudah banyak yang beritakan soal itu. Pada Januari itu, seharusnya sudah kemarau tapi curah hujan justru masih tinggi.

Tentu dari situ saja, menurut Enny, sudah bisa diketahui pasokan garam dari petambak pasti berkurang. "Nah artinya kalau pemerintah memang respon, keputusan impor seharusnya diambil pada Februari itu. Jadi ketika April dan Mei, sudah ada pasokan yang cukup," ucap dia.

Tapi yang sangat disayangkan ketika terjadi kelangkaan garam pada Juni, pemerintah malah langsung memutuskan untuk impor. Akhirnya ketika petambak panen jadi tidak laku. Pemerintah pun menurutnya akan selalu berdalih jika garam dari petambak lokal tidak memenuhi kualitas.

"Mengapa garam petambak akan selalu dibilang tidak bagus kualitasnya? Ya bagaimana petambak mau memenuhi kualifikasi, wong mereka selalu mendapatkan harga yang selalu dibawah harga keekonomian," ujar Enny.

Oversuply, dikatakan dia, menjadi salah satu penyebab kualitas garam petambak ini tidak terlalu diperhatikan. Karena pada hakekatnya, seharusnya ada standar harga garam yang bagus, medium, dan kurang, tapi karena over suply, ya sudah saja, tidak ada insentif dari petambak untuk perbaiki kualitas produksinya. "Toh harganya juga sama kan," ungkap Enny.

Petambak garam di Cirebon mengeluhkan harga garam yang turun drastis akibat impor garam. Harga semula Rp 2.750 per kilogram kemudian turun menjadi Rp 700 dan sekarang Rp 650 per kilogram, namun garam tak kunjung laku.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement