REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto berharap, agar semua negara termasuk Indonesia dapat memperkuat kerja sama dalam hal keamanan maritim dan ketertiban di laut. Pasalnya, saat ini, dunia tengah menghadapi situasi meningkatnya kompleksitas dalam bidang keamanan maritim.
“Situasi ini menuntut kita untuk menjalin kerja sama yang lebih kuat antar negara dan angkatan laut untuk menjaga ketertiban di laut dan keamanan maritim,” ujar Wiranto dalam acara Simposium Keamanan Maritim Internasional 2017 di Nusa Dua Bali, Kamis (24/8).
Disebutkan bahwa telah terjadi beberapa peristiwa yang cukup signifikan mempengaruhi kompleksitas tersebut. Di antaranya yakni perdagangan (sea-borne trade) yang telah meningkat secara dramatis, penemuan ladang minyak dan gas baru, eskalasi sengketa teritorial, kejahatan transnasional maritim, kerusakan lingkungan maritim, terorisme maritim dan perompakan.
Simposium turut dihadiri Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Republik Islam Iran Laksamana Habibollah Sayyari, Kasal Bangladesh Laksamana Muda M. Hasan Ali Khan, 43 delegasi dari berbagai negara, satu Panglima Papua New Guinea dan para pengusaha di bidang kemaritiman.
Menurut Wiranto, meski serangan perompakan di Somalia mulai mereda, namun masih ada ancaman nyata dari kekerasan di lautan seluruh dunia. Dia mencontohkan, insiden terbaru di laut Sulu yang berbatasan dengan wilayah Indonesia dan Filipina menjadi peringatan yang nyata.
“Pemerintah tahu bahwa perompakan hanya dapat ditangani dengan pendekatan berlapis yang komprehensif. Yakni dengan menggunakan langkah-langkah politis, serta menggunakan teknologi dan kerja sama dari masyarakat untuk memperkuat kemampuan keamanan, kerja sama intelijen, dan membantu penegakan hukum yang lebih efektif,” kata Wiranto. Hal tersebut, menurutnya, membutuhkan kerja sama multinasional.
Masalah penting lainnya yaitu terorisme yang bisa dilakukan di laut atau melalui laut. Menurut mantan ketua umum Partai Hanura tersebut, ancaman terorisme maritim hanya bisa dicegah saat laut diawasi secara efektif. Untuk itu, dibutuhkan satu struktur yang membahas pengembangan kapasitas keamanan maritim dengan melibatkan negara-negara, baik regional maupun internasional.
Dia mengatakan, bahwa konektivitas kelautan merupakan agenda penting untuk Indonesia. Kata dia, ASEAN juga telah berusaha mencapai konektivitas antar pulau melalui rencananya untuk mengembangkan sistem jalan raya “nautical highway” atau mengusulkan “ring shipping route” di maritim Asia Tenggara. Kedua hal tersebut sebagai bagian dari Master Plan ASEAN Connectivity.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki enam juta kilometer persegi yurisdiksi maritim. Terlebih lagi, Indonesia memiliki batas laut sejauh hampir tiga belas ribu kilometer di Samudera Hindia dengan empat negara. Yakni Australia, India, Malaysia dan Thailand. Konfigurasi ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan kerja sama regional dan internasional demi kesejahteraan rakyat dan keamanan maritim.
Kegiatan International Maritime Security Symposium (IMSS) ini merupakan simposium berskala internasional yang diprakarsai oleh TNI Angkatan Laut setiap dua tahun sekali sejak tahun 2013. Kegiatan yang diselenggarakan ketiga kalinya ini, digelar dalam rangka membangun kerja sama di dalam penanggulangan keamanan maritim tingkat regional dan internasional.