Jumat 25 Aug 2017 13:48 WIB

Ini Alasan Populasi Ayam Petelur di Blitar Menurun

Red: Qommarria Rostanti
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita.
Foto: Dok Humas Kementan
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian buka suara atas terjadinya penurunan populasi ayam petelur di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, menhelaskan, adanya penurunan populasi ayam petelur tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam pengendalian untuk menjaga stabilitas harga telur di tingkat peternak.

Dia berharap situasi dan kondisi di lapangan tersebut dapat dipahami oleh semua pihak. “Saat ini populasi ayam memang menurun karena kebijakan kami untuk menurunkan populasi di Blitar yang sebelumnya mengalami over supply (pasokan berlebih), dengan harapan harga telur di tingkat peternak stabil," kata I Ketut Diarmita dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (25/8).

I Ketut Diarmita menceritakan, kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut muncul karena sebelumnya ada keluhan dari peternak tentang penurunan harga ayam hidup (broiler dan jantan layer), serta telur ayam di bawah harga pokok produksi. Bahkan sebelumnya harga telur juga sempat mencapai Rp 14 ribu. Beberapa bulan lalu, pemerintah didemo oleh beberapa perwakilan peternak terkait adanya penurunan harga telur di Blitar yang menyebabkan peternak mengalami kerugian. Bahkan ada yang sampai tidak mampu melanjutkan usahanya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Ditjen PKH telah melakukan peninjauan langsung ke kandang dan menemui para peternak di Kabupaten Blitar.

Setelah mengetahui situasi dan kondisi di lapangan, maka diambil beberapa kebijakan yang disepakati bersama para pemangku kepentingan setempat. Kebijakan dari aspek hulu yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui Ditjen PKH Kementerian Pertanian, terutama untuk menstabilkan harga telur dan ayam, yaitu dengan melakukan pengaturan keseimbangan penawaran dan permintaan. Hal ini dilakukan melalui penyesuaian jumlah stok akhir sesuai dengan penerapan Kepmentan 3035 Tahun 2017 agar tidak terjadipasokan berlebih setelah dilakukan pendataan penghitungan pasokan dan kebutuhan. “Melalui pendekatan tersebut, keseimbangan supply dan demand ternyata segera pulih kembali," ujar I Ketut Diarmita.

Untuk mendukung kelancaran pengendalian populasi tersebut juga dilakukan pemantauan dan monitoring secara berkelanjutan. Berdasarkan pantauan dari Pengamat Informasi Pasar (PIP) Ditjen PKH, setelah diterapkannya kebijakan pengendalian populasi ayam tersebut, harga telur ayam terus mengalami peningkatan. Harga telur di Blitar saat ini Rp 16.000 - 16.500 (stabil), di Yogyakarta Rp 17 ribu, Jabodetabek Rp 18 ribu, sedangkan harga acuan yang telah ditetapkan oleh Menteri Perdagangan adalah Rp 18 ribu. Bahkan pada periode 12 Juli sampai 21 Juli 2017 sudah pernah melewati harga acuan di tingkat pembelian yang ditetapkan pemerintah. "Kami ikut bahagia, karena pada periode tersebut harga telur di tingkat peternak di Blitar mencapai Rp 19.500 per kilogram, sudah mencapai titik tertinggi dibandingkan periode sebelumnya," kata dia.

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR Indonesia), Singgih, mengatakan dengan adanya kebijakan dari Kementerian Pertanian tersebut, populasi ayam layer mengalami penurunan sehingga membuat harga telur di tingkat peternak naik. “Kalau populasi tidak turun, maka harga akan jatuh di bawah HPP,” ujarnya.

 

.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement