Sabtu 26 Aug 2017 04:06 WIB

Psikolog Ungkap Alasan Koruptor tak Jera Korupsi

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nur Aini
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Sosial Lisa Djapri mengatakan banyak faktor yang menyebabkan tidak jeranya seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Salah satu faktornya adalah mental korupsi yang sudah turun temurun dan dianggap menjadi sebuah budaya yang mengakar.

"Itu sebenarnya mental yang turun-temurun sudah dalam tanda kutip terdidik, terkondisikan demikian ya. Sehingga orang tidak lagi melihat keanehan," ujar Lisa saat dihubungi, Jumat (25/8).

Lisa menjelaskan,  dari sisi psikologi , sebagai makhluk sosial, setiap individu selalu membandingkan dirinya dengan lingkungan sosial. "Jadi terlepas dari baik atau buruk itu kan sangat subjektif sekali, masalahnya ketika satu lingkungan memang melakukan hal seperti itu, jadi menjadi sesuatu yang dianggap normal. Bahwa toh semua melakukan," tuturnya.

Terlebih, kata Lisa, budaya di Indonesia dalam melancarkan berbagai urusan seringkali mengandalkan budaya suap. "Semua orang juga tahu kan kalau mau lancar ya harus ngasih, jadi itu sebuah budaya yang tanpa sadar akhirnya secara psikologis kita turunkan secara turun temurun dari satu angkatan ke angkatan bawahnya, dari satu generasi ke generasi di bawahnya. Yang akhirnya jadi satu keharusan," ujarnya.

Terkait gencarnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menindak korupsi, kata Lisa, sesungguhnya sudah menimbulkan sedikit rasa kapok dalam setiap individu dan para pejabat. Namun, kata Lisa, bisa saja pejabat yang melakukan tindakan korupsi memang sudah melakukannya sejak lama.

Selain itu, menurut Lisa, konsistensi pemerintah juga dibutuhkan untuk membuat efek jera. "Kalau misalnya mau meneruskan, pemerintah harus terus menerus jangan angot-angotan. Jangan ada pembiaran harus tetap selalu melakukan tindakan tegas. Karena dalam psikologis ada sisi belajarnya. berlaku ke pembentukan karakternya. Sehingga perilaku harus konsisten agar perilaku mengakar kuat," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement