REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah lokasi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara perdata PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI). "Tim penyidik selama dua hari Kamis (24/8) dan Jumat (25/8) menggeledah sejumlah lokasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Sabtu (26/8).
Febri menuturkan, penyidik menggeledah sebanyak empat lokasi selama hampir enam jam. Antara lain rumah Dirut PT ADI Yunus Nafik, rumah seorang saksi, dan kantor PT ADI di Sidoarjo, Jawa Timur.
Selain itu, KPK juga menggeledah ruang kerja Tarmizi di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Pada Jumat (25/8) kemarin, penyidik menggeledah rumah Tarmizi di daerah Depok, Jawa Barat. Selama penggeledahan tersebut, sambung Febri, penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.
Dalam kasus ini, KPK telah menahan panitera pengganti PN Jaksel, Tarmizi bersama dua tersangka lainnya terkait kasus tersebut untuk 20 hari pertama. Tarmizi ditahan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur sedangkan dua tersangka lainnya, Akhmad Zaini (AKZ) selaku kuasa hukum PT ADI ditahan di Polres Jakarta Timur dan Yunus Nafik (YN) selaku Direktur Utama PT ADI ditahan di Polres Jakarta Pusat.
Tarmizi diduga telah menerima sejumlah uang sebesar Rp 425 juta dari Akhamd Zaeni selaku kuasa hukum PT ADI yang berpekara di PN Jaksel. Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap sejak Juni 2017 hingga 21 Agustus 2017. Pada 21 Agustus penyidik KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di PN Jaksel.
PT Aquamarine yang bergerak di bidang konstruksi dan survei bawah laut itu terlibat wanprestasi terhadap PT Eastern. PT Eastern mengajukan gugatan perkara perdata wanprestasi PT Aquamarine ke PN Jaksel, yang teregister nomor 688/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL, pada Oktober 2016.
Perusahaan asing itu, yang menjadi penggugat menuntut pembayaran ganti rugi senilai kurang lebih 7,6 juta dolar AS dan 131 ribu dolar Singapura ke PT Aquamarine selaku pihak tergugat. Akibat perbuatannya, sebagai pihak yang diduga pemberi, Akhmad Zaini dan Yunus Nafik disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Tarmizi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.