REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi Hukum Andi Syafrani mendesak kepolisian mempublikasikan pemesan kelompok penyebar ujaran kebencian, SARA maupun berita palsu sindikat Saracen. Sebab, keberadaan Saracen juga situs penyebar berita hoaks serupa, tak lepas dari adanya permintaan pihak-pihak tersebut.
"Kalau dibuka orang yang memesan ini siapa, ternyata ada loh orang keji seperti ini. Kita harus buka orang di balik ini, karena ini dari aspek demand (permintaan) ini ada," ujar Andi dalam diskusi Perspektif Indonesia bertajuk Bisnis dan Politik Hoax di kawasan Menteng, Jakarta pada Sabtu (26/8)
Menurutnya, kalau perlu aparat penegak hukum juga menindak para pemesan konten fitnah tersebut. Sebab, pemesan konten fitnah maupun hoaks itu juga bagian dari rangkaian yang tidak terputus dari kelompok Saracen.
"Dan ini harus total disampaikan pihak-pihak yang menjadi pemesan mereka dan kalau itu terjadi saya kira ini saya kira akan memberikan gambaran juga kepada kita bahwa ada orang-orang yang punya niat keji untuk menjual isu-isu yang memecah belah bangsa ini dan orang-orang ini harus dihukum lebih tinggi," ujar Andi.
Menurutnya, para pihak pemesan itu bukan hanya sebagai pelaku intelektual tetapi juga harus dikenakan ke pasal-pasal yang terkait. "Harus ditarik ke pasal-pasal lebih berat bukan hanya di UU ITE tapi pasal-pasal UU isu konflik sosial misalnya, atau mungkin di UU lain yang lebih tinggi hukuman ya," ujarnya.
Sebab, Dosen UIN Jakarta menilai yang dibutuhkan saat ini adalah ketegasan dari penegak hukum maupun pemangku kepentingan. Sebab regulasi yang ada saat ini telah memungkinkan menindak para pelaku. "Kalau komponen perbuatan dan obyeknya misalnya kategori jenis perbuatan udah lumayan variatif, hanya tinggal bagaimana menindaknya aja," ujarnya.