Ahad 27 Aug 2017 15:27 WIB

Butuh Waktu Lama untuk Runtuhkan Dominasi Filipina di Basket

Rep: Fitriyanto/ Red: Ratna Puspita
Ronny Gunawan pada acara Parade Ulang Tahun ASEAN ke-50 dan kerjasama ASEAN dan Amerika Serikat ke-40, Ahad (27/8).
Foto: Republika/Fitriyanto
Ronny Gunawan pada acara Parade Ulang Tahun ASEAN ke-50 dan kerjasama ASEAN dan Amerika Serikat ke-40, Ahad (27/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan pebola basket nasional Ronny Gunawan mengatakan perlu kerja ekstra keras dan waktu panjang untuk dapat meruntuhkan dominasi Filipina di Asia Tenggara. Indonesia masih belum bisa mengalahkan Filipina pada cabang bola basket putra SEA Games 2017. 

Pada partai puncak di Stadion MABA, Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (26/8), Widayat Jati ini harus mengakui keunggulan Filipina dengan skor telak 94-55. "Basket di Filipina itu sudah sangat maju,” kata Rogun, panggilan akrabnya, ketika berbincang dengan Republika usai acara Parade Ulang Tahun ASEAN ke-50 dan kerjasama ASEAN dan Amerika Serikat ke-40, Ahad (27/8). 

Dia menuturkan Filipina menggelar kompetisi berjenjang secara konsisten dan merata di semua wilayah. “Puncaknya, pemain yang masuk liga basket tertinggi di sana, PBA (Philipina Basketball Asociation), sangat dihargai,” ujar Rogun. 

Rogun menerangkan penghargaan kepada para pemain basket di PBA seperti gaji yang tinggi. Penghasilan pebasket yang berlaga di PBA bisa mencapai ratusan juta rupiah perbulan, belum termasuk pemasukan dari sponsor.

Dampaknya, dia menuturkan, banyak orang berlomba-lomba jadi pemain basket di Filipina. Bahkan, banyak pebasket yang sudah tua masih main di PBA karena bayarannya yang tinggi.

Jadi, menurut Rogun, sangat wajar kalau prestasi Basket Filipina sulit ditandingi di kawasan ASEAN. Untuk negara lain, dia menerangkan, sangat jarang membanderol pebasketnya dengan harga mahal. “Jangankan mendapat bayaran ratusan juta rupiah, bahkan di Malaysia ada pemain nasionalnya cuma mendapat bayaran di kisaran satu juta rupiah. Termasuk di Indonesia yang maksimal puluhan juta rupiah,” kata dia. 

Jika ingin seperti Filipina, menurut Rogun, maka Indonesia harus dapat menggelar kompetisi basket berjenjang, mulai anak-anak hingga profesional. Selain itu, kompetisi harus merata ke semua daerah di Indonesia. 

Kompetisi profesional yang merata di semua daerah sangat penting agar pemain sudah memahami aturan dasar bola basket sejak dini. "Karena banyak pemain di daerah kalau lawan bermain body contact dianggap sebagai pemain kasar, padahal ini wajar dalam permainan basket,” kata dia. 

Pada kesempatan itu, Rogun juga mengaku kaget juga dengan skor telak pada partai final basket SEA Games 2017. Kekalahan Indonesia atas Filipina memang banyak yang sudah menduga. Namun, banyak yang tidak menyangka Indonesia akan kalah dengan skor mencolok 94-55. 

“Penampilan mereka (tim Indonesia) seperti antiklimaks. Pemain seperti buntu harus berbuat apa. Padahal, ketika semifinal melawan Thailand, pemain Indonesia dapat tampil bagus,” kata Rogun. 

Menurut Rogun, permainan buntu tim Indonesia kemungkinan karena Filipina tampil sangat baik pada laga partai final SEA Games 2017. Tidak seperti di babak penyisihan dan juga semifinal ketika Filipina tampil tidak banyak menekan. 

“Di final kemarin Filipina tampil luar biasa. Pertahanannya sangat sulit ditembus. Mereka melakukan pressing begitu ketat, pick and roll juga maksimal,” kata dia. 

Rogun menambahkan tekanan yang ketat membuat pemain Indonesia tidak mudah dalam mencetak angka di pertandingan semalam. Filipina juga yang terbiasa bermain body contact membuat pemain Indonesia kesulitan.

Hasil semalam membuat Filipina sudah merebut 18 kali medali emas bola basket sejak SEA GAMES 1977. Filipina hanya sekali gagal merebut emas, yakni pada 1979 saat dikalahkan tuan rumah Malaysia. 

Sementara Indonesia harus puas dengan medali perak sama dengan hasil dua tahun lalu di SEA Games 2015 Singapura.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement