REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemerintah Myanmar telah mengevakuasi 4.000 penduduk desa non-Muslim di tengah bentrokan yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine di barat laut. Sementara ribuan Muslim Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh.
Pemerintah menyebutkan, jumlah korban tewas akibat kekerasan yang meletus pada Jumat akibat serangan terkoordinasi oleh gerilyawan Rohingya telah meningkat menjadi 98, termasuk sekitar 80 gerilyawan dan 12 anggota pasukan keamanan. Bentrokan tersebut yang terburuk sejak Oktober. Ini mendorong Pemerintah Myanmar untuk mengevakuasi staf dan ribuan penduduk desa non-Muslim dari daerah tersebut.
Pertarungan yang melibatkan militer Myanmar dan ratusan orang Rohingya terjadi Rakhine barat laut berlanjut pada Sabtu (26/8). Bentrokan yang sengit yang terjadi di pinggiran kota utama Maungdaw.
Serangan tersebut menandai peningkatan dramatis konflik yang telah merebak di kawasan ini sejak Oktober lalu, ketika serangan Rohingya serupa, tapi jauh lebih kecil mendorong sebuah operasi militer brutal yang melanggar hak asasi manusia serius.
Perlakuan terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya di sebagian besar negara Buddha Myanmar menjadi tantangan terbesar bagi pemimpin nasional Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi pada Jumat mengecam serangan. Dalam serangan tersebut, gerilyawan Rohingya bersenjata, bertongkat, dan dengan bom rakitan menyerang 30 kantor polisi dan sebuah pangkalan militer.
Peraih Nobel Perdamaian tersebut telah dituduh oleh beberapa kritikus Barat karena tidak berbicara mengenai minoritas Muslim yang telah lama dianiaya. Suu Kyi juga dinilai membiarkan serangan balasan tentara setelah serangan Oktober.
Menteri Kesejahteraan Sosial Bantuan dan Pemukiman Myanmar, Win Myat Aye mengatakan, sebanyak 4.000 penduduk desa yang telah meninggalkan desa mereka telah dievakuasi. Ini merujuk pada penduduk non-Muslim di wilayah tersebut.
Kementerian tersebut mengatur fasilitas untuk non-Muslim di tempat-tempat, seperti vihara-vihara, kantor pemerintah, dan kantor polisi setempat di kota-kota besar. "Kami menyediakan makanan untuk orang-orang yang bekerja sama dengan pemerintah negara bagian dan pemerintah daerah," kata Win Myat Aye, Sabtu, (26/8).
Dia tidak dapat menggambarkan rencana pemerintah untuk membantu warga sipil Rohingya. "Sangat sulit untuk mengatakan, ini adalah situasi konflik sehingga sangat sulit untuk mengatakan siapa yang benar atau salah," katanya.
Warga Rakhine yang panik di kota-kota etnis campuran atau non-Muslim telah menyiapkan pisau dan tongkat untuk membela diri. Banyak yang terdampar di desa mereka yang berada di daerah berpenduduk mayoritas Muslim saat bentrokan berlanjut dan beberapa jalan telah digali.
"Bentrokan terus berlanjut sepanjang hari kemarin di jalan utama, ada banyak ranjau darat, saya rasa pemerintah daerah tidak memiliki cukup makanan untuk semua orang. Harga komoditas meningkat dari hari ke hari," ujar seorang wartawan lokal dari Maungdaw.