REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus KPK) telah memberikan 11 rekomendasi terkait hasil temuan atas kinerja KPK. Rekomendasi ini memperlihatkan bahwa pemerintah dan DPR harus segera memperbaiki Undang-undang KPK agar lembaga ini bisa bekerja lebih baik.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, 11 rekomendasi yang dikeluarkan mengenai KPK sangat tidak objektif dengan apa yang menjadi dasar kinerja KPK selama ini. Untuk rekomendasi pertama misalnya, Pansus menyebut bahwa KPK adalah lembaga superbody yang tidak siap dikritik dan di awasi.
ICW melihat bahwa rekomedasi ini tidak memiliki dasar argumentasi yang valid. Sebab, pengawasan terhadap KPK dilakukan oleh beberapa lembaga antara lain, badan pengawas keuangan (BPK) dalam hal anggaran, lembaga pengadilan, dan DPR.
"Dalam penetapan tersangka, keputusan KPK pun menjadi obyek yang dapat diuji di wilayah praperadilan. Bahkan upaya penyadapan KPK pun diaudit," kata Donal, Ahad (27/8).
Kemudian temuan Pansus yang menyebut KPK mengarah pada kebebasan atau lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara, dan berpotensi abuse of power. ICW menilai bahwa argumentasi ini tidak memiliki indikator ukuran yang jelas.
Donal menjelaskan, jika ingin dilacak lebih dalam KPK sesungguhnya berdasarkan sejumlah pertimbangan Majelis dalam putusan MK Perkawa 021-016-019/PUU-IV/2006, menggolongkan KPK pada fungsi cabang kekuasaan kehakiman.
Dalam salah satu temuan Pansus, KPK disebut menjalankan fungsi penyelidikan, penyidikan dan penututan sama sekali tidak berpedoman pada KUHAP dan mengabaikan prinsip-prinsip HAM. Ini tidak benar karena KPK memiliki sifat Lex Specialis, aturan hukum acara dalam UU Tipikor adalah sumber hukum rambu-rambu bagi KPK, kecuali hal-hal yang tidak diatur dalam hukum acara UU Tipikor.
"Rekomendasi pansus yang ini membuktikan mereka tidak paham hukum," kata Donald.
ICW juga melakukan evaluasi atas kinerja Pansus yang hampir mencapai dua bulan bekerja. Dalam 16 aktivitas yang dilakukan, 12 aktivitas dinilai tidak relevan dengan tujuan Pansus yang dibacarakan dalam Paripurna. Sejumlah aktivitas yang tidak relevan diantaranya, kunjungan ke kepolisian dan kejaksaan, kunjungan ke penjara sukamiskin, dan kunjungan ke safe house KPK.
"Aktivitas yang tidak relevan ini patut diduga untuk mencari-cari kesalahan KPK. Bentuk paling fatal adalah dengan kunjungan ke Sukamiskin," papar Donal.
Selain itu, Pansus juga terlihat menyebarkan sejumlah berita bohong (hoax)n menyebarkan ancaman, dan memilih saksi dan ahli secara khusus untuk dimintai keterangan. Saksi dan ahli ini terkesan memang tidak suka dengan kinerja KPK.