REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini kepolisian melakukan pengungkapan keberadaan grup Saracen. Grup ini bukan saja sebagai wadah untuk menyebarkan konten-konten hoax dan bernada SARA namun juga membuka jasa bagi pihak-pihak yang ingin memesan. Lantas apakah pihak yang memesan ini akan dikenakan pidana?
Menurut Kasubdit I Direktorat Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar mengatakan tidak bisa digeneralisir begitu. Irwan mengatakan memang benar sindikat Saracen membuka proposal buat mereka yang ingin melakukan kampanye. Dalam proposal tersebut juga dijelaskan bagaimana dan persyaratan apa saja yang harus diikuti oleh pihak pemesan.
"Kan begini, kalau saya melakukan (mengajukan) proposal kampanye via medsos, kalau kita memesannya baik-baik terus ditulisnya tidak baik, masa dikenai (pidana) si pemesan itu?" tanya dia saat dihubungi di Jakarta, Ahad (27/8).
Sehingga Irwan melanjutkan jika si pemesan meminta untuk dibuatkan sesuatu yang baik namun kemudian hasilnya yang dibuat oleh Saracen tidak sesuai pesanan maka tidak bisa pemesan dijerat pidana.
Kabag Mitra Divisi Humas Polri Kombes Awi Setiyono mengatakan dana proposal untuk membutan kampanye via Medsos sebesar Rp 72 juta. Adapun rinciannya untuk paket pembuatan website dan blog Rp 15 juta per bulan, jasa buzzer Rp 45 juta, jasa koordinator Rp 5.000.000 dan jasa untuk wartawan Rp 7.000.000.
Sampai saat ini terang Awi, masih dilakukan penyidikan siapa saja pihak-pihak yang menggunakan jasa Saracen ini. Jika memang ditemukan benang merah tambahnya yang mana pemesan memang meminta untuk menyebarkan konten-konten yang mengandung ujaran kebencian maka bisa dilakukan tindak pidana.
"Yang jelas (kalau) ada benang merahnya dan penyidik bisa membuktikan itu (ya bisa). (Memang) tidak semudah membalikkan telapak tangan dan perlu ada untuk melengkapi alat buktinya, ini tidak mudah karena dunia maya dan transaksi-transaksinya tidak semua melalui dunia maya, ada kopdar juga, penyidik sedang melacak itu," bebernya.