REPUBLIKA.CO.ID, KABUL--- Sebuah ledakan bom bunuh diri pasukan Taliban menyerang konvoi tentara Afghanistan di provinsi Helmand selatan pada Ahad (27/8) malam. Menurut Pemerintah, akibat serangan ini 13 orang tewas dan beberapa lainnya mengalami luka.
Ini adalah serangan terbaru dalam serangkaian serangan mematikan terhadap pasukan keamanan Afghanistan yang terkepung. Serangan ini menimbulkan keresahan di negara yang dilanda perang tersebut.
"Seorang pembom bunuh diri meledakkan sebuah mobil yang dipenuhi bahan peledak saat konvoi Tentara Nasional Afghanistan melewati sebuah pasar kecil di Distrik Helmand, Nawa," kata juru bicara gubernur provinsi Omar Zwak seperti dilansir Aljazirah (28/8).
Menurut Zwak, korban tewas merupakan warga sipil dan juga pasukan militer. Seorang sumber yang bekerja di rumah sakit terdekat mengatakan bahwa jasad 15 korban telah dibawa ke rumah sakit. Sebanyak 19 lainnya yang mengalami cedera juga dirawat.
"Mayoritas korban tewas adalah anggota pasukan Afghanistan dan sebagian besar yang terluka adalah warga sipil," kata sumber tersebut.
Taliban mengaku bertanggung jawab atas serangan dalam pesan WhatsApp yang dikirim kepada wartawan.
Serangan mematikan tersebut terjadi beberapa hari setelah seorang pembom bunuh diri Taliban membunuh lima warga sipil dan melukai puluhan lainnya, terutama anak-anak, saat mereka meledakkan sebuah mobil yang berisi bahan peledak di markas besar polisi di Lashkar Gah, ibu kota Helmand.
Serangan ini merupakan serangan pertama pasukan Taliban sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa dia akan meletakan pasukan Amerika ke Afghanistan tanpa batas waktu. Sedikitnya 80 persen provinsi tersebut dikendalikan oleh Taliban.
Polisi dan pasukan Afghanistan telah berjuang untuk mengalahkan Taliban sejak pasukan NATO pimpinan AS mengakhiri misi tempur mereka pada bulan Desember 2014.
Menurut pengawas AS SIGAR, korban di antara pasukan keamanan Afghanistan melonjak 35 persen pada 2016, dengan 6.800 tentara dan polisi tewas, Lebih dari 2.500 polisi dan tentara Afghanistan terbunuh dari 1 Januari sampai 8 Mei.
Warga Afghanistan biasa juga telah membayar harga yang mahal untuk perang yang dipimpin oleh 16 tahun tersebut.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, kematian warga sipil adalah yang terburuk sejak catatan dimulai pada tahun 2009. Pada paruh pertama tahun ini, 1.662 warga sipil terbunuh dan lebih dari 3.500 orang terluka.
Analis telah memperingatkan bahwa komitmen Trump untuk mengirim ribuan tentara Amerika ke Afghanistan dapat memicu pemberontakan dan menyebabkan lebih banyak korban.
Taliban telah meminta penarikan pasukan asing secara keseluruhan dan, menyusul pengumuman Trump, Taliban berjanji untuk menjadikan negara itu sebagai kuburan bagi pasukan AS.