Senin 28 Aug 2017 08:48 WIB

Wakil Ketua MUI: Usut dan Hukum Berat Anggota Jaringan Saracen

Rep: Fuji E Permana/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wakila Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid mengapresiasi Polri yang telah berhasil menangkap tiga tersangka anggota sindikat saracen, yang menyebarkan ujaran kebencian dan SARA. Ia pun meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas seluruh jaringan, termasuk para penyandang dananya.

"MUI meminta para pelaku dan penyandang dana diberikan hukuman yang berat untuk memberikan efek jera kepada mereka," katanya kepada Republika.co.id, Senin (28/8).

Zainut mengatakan, sindikat saracen adalah kelompok yang diduga melakukan penyebaran ujaran kebencian di media sosial. Mereka membuat propaganda di media sosial melalui meme-meme bermuatan kebencian dan SARA. Kemudian meme-meme tersebut disebar ke grup-grup baru yang dibuat oleh tersangka.

Ia menerangkan, perbuatan tersangka di samping bertentangan dengan hukum positif, juga tidak dibenarkan secara syariah dan haram hukumnya. Hal tersebut sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.

Dalam Fatwa MUI disebutkan bahwa setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba) dan penyebaran permusuhan. MUI juga mengharamkan aksi bullying, ujaran kebencian serta permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antar golongan.

"Haram pula bagi umat Muslim yang menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, apalagi dengan tujuan jahat," ujarnya.

Zainut menegaskan, MUI juga melarang kegiatan memproduksi, menyebarkan dan membuat konten maupun informasi yang tidak benar kepada masyarakat. Selain itu, aktivitas buzzer seperti kelompok saracen di media sosial yang menyediakan informasi berisi hoax, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram.

"Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya (hukumnya haram)," jelasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement