REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta memprediksi kabut tebal akibat kelembapan udara yang tinggi di sejumlah wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta masih berpotensi terjadi. Kabit diperkirakan bisa terjadi hingga memasuki musim hujan pada Oktober 2017.
Kabut tebal masih berpotensi muncul pada pagi dan malam hari sehingga masyarakat Yogyakarta tidak perlu resah karena ini siklus normal, kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Agus Sudaryatno di Yogyakarta, Senin (28/8).
Menurut Agus, kabut tebal muncul karena kelembapan udara di DIY hingga saat ini masih menyentuh 90 persen atau di atas kelembapan normal yang biasanya rata-rata 80 persen. Sedangkan suhu udara di DIY rata-rata 21-22 derajat celsius.
Sebelumnya, sesuai pantauan cuaca BKMG Yogyakarta pada 26 Agustus 2017 pukul 06.00-07.00 WIB kabut terlihat lebih tebal menyelimuti wilayah DIY. "Saat pancaroba masih banyak uap air sehingga masa udara di DIY basah, kalau di dataran tinggi akan menimbulkan kabut. Saat sinar matahari sudah muncul maka kabut itu hilang dengan sendirinya," kata dia.
Agus mengatakan kabut yang muncul lebih tebal dari hari biasanya pada Sabtu (26/8) merupakan fenomena alam yang biasa terjadi saat musim transisi atau musim peralihan dari kemarau ke musim penghujan. Peristiwa itu tidak terjadi secara merata melainkan hanya di wilayah dataran tinggi disertai kelembapan yang tinggi. "Justru jika sudah memasuki musim hujan kabut itu tidak muncul lagi," kata dia.
Menurut dia, proses berubahnya uap air menjadi titik-titik air atau embun memang menyerupai debu beterbangan karena sangat lembut menyerupai debu beterbangan.
Agus mengatakan musim kemarau di DIY yang sudah dimulai sejak Mei 2017 diperkirakan akan segera berakhir pada akhir September atau awal Oktober 2017. "Kami perkirakan pada dasarian ketiga Oktober sudah mulai masuk musim hujan," kata dia.