REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengatakan Industri timah yang telah berkembang di Indonesia mempunyai rantai yang panjang, mulai dari kegiatan eksplorasi, penambangan hingga pengolahan dan pemurnian yang ada di dalam negeri. Dengan menerapkan kebijakan nilai tambah mineral di Indonesia, diharapkan produk pengolahan dan pemurnian mineral mampu menopang kemandirian industri nasional.
Hal tersebut ia sampaikan pada pembukaan acara "Indonesian Tin Conference and Exhibition (ITCE) 2017 di Kawasan Nusa Dua, Provinsi Bali, Senin (28/8). Acara tersebut merupakan forum untuk meningkatkan sinergi, koordinasi dan kerjasama dalam upaya untuk meningkatkan tata kelola perdagangan timah di Indonesia.
"Tata kelola sektor Minerba di Indonesia terutama pada komoditas timah telah membaik, terlihat pada indikator peningkatan ekspor komoditas timah dari Indonesia yang dicatat berdasarkan hasil transaksi di bursa timah ICDX," ujar Jonan pada keterangan tertulisnya yang diterima Republika, Senin (28/8).
Jonan mengatakan peningkatan akuntabilitas transaksi komoditas timah dengan menggunakan ICDX sebagai rujukan harga komoditas timah Indonesia akan meningkatkan nilai tambah pengelolaan timah nasional. Transaksi melalui ICDX telah menekan terjadinya ekspor timah ilegal maupun penjualan dalam negeri ilegal.
Di samping itu, berdasarkan laporan London Metal Exchange (LME) yang diterbitkan tahun 2017, tercatat pada bulan Januari 2013, harga timah mencapai 25.085 dolar AS per ton. Titik terendah harga timah terjadi pada medio Januari 2016, yaitu sebesar 13.330 dolar AS per ton. Selanjutnya harga kembali bergerak naik, tercatat pada tanggal 18 Agustus 2017, harga timah adalah sebesar 20.657 dolar AS per ton.
"Indonesia sebagai negara dengan cadangan dan produksi timah terbesar kedua dan juga sebagai bagian dari eksportir timah utama di dunia, memiliki keunggulan untuk menjadikan Indonesia sebagai barometer yang diperhitungkan di dunia," ujar Jonan.
Ia juga mengatakan penetapan harga jual timah sesuai nilainya, menjadi sesuatu keharusan agar kelangsungan industri timah sebagai industri ekstraktif dapat terjaga. "besaran harga mineral logam acuan - HMA mengacu pada publikasi harga mineral logam yang dikeluarkan oleh ICDX, untuk komoditi timah" tambah Jonan.
Hingga bulan Agustus 2017, 532 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Timah telah berstatus Clear and Clear (CnC), dengan rincian: 457 IUP di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; 56 di Provinsi Kepulauan Riau; 17 di Provinsi Kalimantan Barat; dan 2 IUP di Provinsi Riau. Sementara itu, hingga Agustus 2017, 34 fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) timah juga telah beroperasi. Sebanyak 30 smelter berada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan 4 smelter di Provinsi Riau.
Sejak tahun 2014, Pemerintah telah menerbitkan serangkaian regulasi untuk meningkatkan nilai tambah mineral, salah satunya adalah timah. Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 1 tahun 2014, di antaranya mengatur batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian timah; Permen Perdagangan Nomor 33 tahun 2015 yang mengatur tentang Ketentuan Ekspor Timah; Peraturan Dirjen Mineral dan Batubara Nomor 841 K/2015 yang mengatur prosedur dan ketentuan eksportir terdaftar dan izin ekspor; serta Permen ESDM Nomor 5 tahun 2017 yang mengatur batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian timah.
INTAN