Senin 28 Aug 2017 12:44 WIB

Dewan Rohingya Eropa Desak Perlindungan Keamanan Rakhine

Rep: Marniati/ Red: Winda Destiana Putri
  Seorang warga melintas di pasar yang sepi akibat konflik yang kembali meletus di Thandwe, Rakhine, Myanmar, Rabu (2/10).  (AP/Khin Maung Win)
Seorang warga melintas di pasar yang sepi akibat konflik yang kembali meletus di Thandwe, Rakhine, Myanmar, Rabu (2/10). (AP/Khin Maung Win)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Dewan Rohingya Eropa (ERC) pada hari Ahad menyuarakan keprihatinan atas penderitaan warga Rohingya setelah serangan di negara bagian Myanmar, Rakhine. Dalam siaran persnya, ERC mengungkapkan keprihatinan mendalam dan meminta masyarakat internasional untuk mendesak perlindungan dan keamanan di negara bagian Rakhine.

Serangan mematikan terhadap pos-pos perbatasan di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, pecah pada hari Jumat, mengakibatkan lebih dari 100 orang tewas. Pasukan keamanan Myanmar dilaporkan telah memindahkan ribuan penduduk desa Rohingya dan membakar rumah mereka dengan mortir dan senapan mesin.

Menurut ERC,  banyak orang termasuk wanita dan anak-anak berlindung di hutan dan yang lainnya berisiko menyeberangi perbatasan Myanmar-Bangladesh. Sementara itu sebagian besar terdampar di sisi Myanmar dari Sungai Naf saat Bangladesh memperketat keamanan perbatasannya dan terus mendorong mundur orang yang melarikan diri dari Rohingya.

"Kami memohon kepada masyarakat internasional untuk menerapkan tanggung jawab dalam masalah ini karena populasi sipil Rohingya banyak yang meninggal akibat meluasnya kejahatan terhadap kemanusiaan di bawah tangan Angkatan Bersenjata Myanmar," ujar perwakilan ERC seperti dilansir Anadolu (27/8).

ERC juga mengatakan usaha yang dilakukan untuk merongrong rekomendasi yang mengusulkan pemberian kewarganegaraan Rohingya, kebebasan bergerak, kesehatan dan pendidikan, dan akses terhadap bantuan kemanusiaan. Daerah ini telah mengalami ketegangan antara populasi Budhis dan Muslim sejak kekerasan komunal terjadi pada tahun 2012.

Sebuah pelarian keamanan yang diluncurkan pada bulan Oktober tahun lalu di Maungdaw, dimana Rohingya menjadi mayoritas, menyebabkan sebuah laporan PBB mengenai pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan yang mengindikasikan kejahatan terhadap kemanusiaan. PBB mendokumentasikan pemerkosaan kelompok massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak-anak, pemukulan dan penghilangan brutal. Perwakilan Rohingya mengatakan sekitar 400 orang tewas dalam operasi tersebut.

ERC juga mendesak anggota ASEAN, negara-negara tetangga Bangladesh, India dan Cina untuk mendorong Myanmar mematuhi peraturan hukum dan menahan diri dari pelanggaran hak asasi manusia, mencegah penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap warga sipil Rohingya dan dengan aman mengembalikan warga sipil ke negara mereka.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement