REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Narkotika Nasional (BNN) selama ini melakukan penindakan narkotika selalu dari bawah hingga menyasar ke jaringan teratas. Bahkan dari jaringan-jaringan kecil itu juga BNN akhirnya tahu ada jaringan narkoba internasional yang dikendalikan oleh big boss di Malaysia.
"Yang dikendalikan Malaysia juga ada, karena di Malaysia itu ada big boss, bos besar yang dia memperkerjakan banyak orang," ujar Humas BNN Sulistiandriatmoko di kantornya di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Senin (28/8).
Big boss ini terangnya memang tidak sebanyak jaringan asal Malaysia yang selama ini tertangkap di Indonesia. Namun beberapa big boss inilah yang mengendalikan seluruhnya barang-barang diselundupkan ke Indonesia.
"Bos besarnya hanya beberapa saja tapi dia yang punya akses mendatangkan barang dari Cina, teanslit di Malaysia, di distribusi ke Indonesia," jelasnya.
Bahkan ujar dia yang mendistribusikan ini bisa saja kaki tangan ke dua atau ketiga. Sehingga sangat sulit untuk menjangkau big boss ini lantaran tidak melakukan tindak pidana langsung.
"Kurir mereka ketangkep tapi kan pengendalinya tidak berbuat kejahatan di Indonesia jadi sulit dijangkau," ungkapnya.
Untuk kerja sama dengan aparat keamanan Malaysia sendiri terangnya diakui sudah ada nota kesepahahaman atau MOU. Sayangnya MOU tersebut seolah hanyalah kertas-kertas yang tidak lagi terpakai.
"Sudah (ada MoU) hanya hitam di atas putih saja, mereka engga kooperatif," tegas Sulis.
Sulis mencontohkan tidak sekali BNN meminta kerja sama dengan pihak Malaysia terkait dengan pelaku narkotika tertentu. Namun selalu mendapatkan respon tidak ditemukan pelaku tersebut.
"Bahkan kita menyerahkan datanya mereka (Malaysia) bilang engga ada, kita datangi ke sana, alamat lengkap, titik koordinat sudha lengkap tinggal penggrebekan, tahu-tahu malah sudah lepas. Memamg ada unsur kesengajaan untuk melemahkan Indonesia," ungkapnya.
Penangkapan yang dilakukan BNN selama ini sambung dia, sebanyak 72 orang tersangka asal Malaysia yang sudah diamankan baik yang diproses hukum maupun ditembak mati. Sedangkan di tahun sebelumnya, pada 2015 sebanyak 42 orang asal Malaysia.
Kemudian pamesok dari Cina, BNN mengamankan sebanyak 27 orang pada 2015 dan 24 orang pada 2016. Selanjutnha jaringan dari Taiwan sebanyak 21 orang yang diamankan pada 2015 dan 16 orang di tahun 2016 terakhir di Nigeria sebanyak 32 orang pada 2015 dan delapan orang pada 2016.
Jalur masuk yang digunakan adalah melalui pesisir pantai, baik pantai Timur Sumatera, pantai Sukabumi, pelabuhan ratu, ujung genteng, dan pantai utara Kepulauan Riau. Memang lanjut Sulis, produsen utama narkotika ini adalah di Cina. Hal tersebut juga diakui oleh pihak Cina.
Sayangnya belum ada MoU antara Indonesia dengan Cina. Sehingga selama ini hanya sebatas koordinasi apabila Indonesia membutuhkan data terkait tersnajka tertentu yang berasal dari Cina.
Sedangkan untuk penindakan lanjut Sulis, nampaknya akan sangat sulit untuk dilakukan Indonesia kepada Cina. Pasalnya paradigma Cina yang menganggap narkoba sebagai barang komoditas.
"Politik kebijakan di negaranya itu sepanjang itu (narkoba) bernilai produktif dan tidak merusak bangsa sendiri, sah-sah saja. Mau memproduksi itu tidak masalah. Itukan barang komoditi sehungav dianggap sebagai dagangan kalau menguntungkan negara ya silahkan," jelasnya.
Bahkan ada satu celetukan dari pejabat Cina yang mengibaratkan dengan silet. Menurut Cina, jika mereka memproduksi silet kemudian dijual di Indonesia lalu digunakan sebagai senjata untuk membunuh apakah harus pihaknya menutup perusahaan silet itu.
"Pernah ada orang di sana menganalogikan begini, kalau negara kami bikin silet kemudian kita ekspor sebagai pisau cukur, kalau di negaramu digunakan untuk membunuh orang, apakah kami harus menutup pabrik kami? Kan tidak. Disitulah kamu harus mengawasi agar tidak disalahgunakan," cerita Sulis