REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif menilai banyak kejanggalan dalam penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) untuk Pulau D hasil reklamasi. Kejanggalan itu harus diungkap untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi di balik penerbitan sertifikat itu.
"Biar publik nggak bertanya-tanya dan ada sisi gelap yang terungkap," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (28/8).
Syarif mengimbau agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sebagai penerima HGB dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai pembuat yang punya otoritas, untuk duduk bersama mengklarifikasi. Kalau memang ada indikasi penyimpangan atau pelanggaran administratif, kata dia, harus segera diselesaikan.
"Kalau pada tataran administratif nggak selesai, hukum bicara," ujar sekretaris komisi bidang pertanahan ini.
Syarif menambahkan, pengeluaran sertifikat tanah untuk luas di atas 1 juta meter persegi harusnya oleh BPN pusat. Menurut aturan, sertifikat untuk Pulau D yang luasnya 3.120.000 meter persegi tak seharusnya dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Utara.
Foto sertifikat HGB Pulau D viral melalui media sosial. Sertifikat untuk Pulau 2A (Pulau D) itu diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah sebagai pengembang pulau hasil reklamasi tersebut. Sertifikat HGB bernomor 6226 itu dikeluarkan tanpa ada tanggal berakhirnya hak.
Sertifikat tersebut ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara Kasten Situmorang dengan nomor 23-08-2017.-1687/HGB/BPN-09. 05/2017.- pada 24 Agustus 2017.