Selasa 29 Aug 2017 02:55 WIB

Gula Petani tak Terserap dengan Baik

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Israr Itah
Petani gula melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/8).
Foto: Republika/Taufiq Alamsyah Nanda
Petani gula melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bendahara Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Edi Sukamto mengatakan, hingga saat ini produksi gula petani tak terserap dengan baik. Ia menilai ini menyebabkan kerugian yang harus ditelan oleh petani gula dan minimnya pasokan gula di masyarakat.

Edi menjelaskan, kerugian yang harus ditanggung oleh petani disebabkan adanya lambatnya serapan gula produksi petani oleh Bulog. Terlambatnya serapan ini membuat perputaran modal para petani menjadi terlambat sehingga memengaruhi masa panen.

"Di sisi lain, penyerapan gula tani oleh Bulog juga mensyaratkan gula tani sesuai dengan SNI. Sementara, petani harus menunggu hingga dua pekan untuk Bulog melakukan survei kualitas gula, penyerapan, hingga pembayaran," ujar Edi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (28/8)

Edi mengatakan sekitar 250 ribu ton gula tani yang saat ini tersimpan di Gudang PTPN maupun RNI belum diserap oleh Bulog. 

Ia menjelaskan, petani tebu makin tertekan karena pedagang juga enggan membeli gula tani. Langkah ini menyusul hasil rakortas yang juga mengatur hanya Bulog yang dapat menjual gula dalam bentuk curah ke pasar tradisional.

Diakui Sunardi, sudah dua bulan sejak masa giling Mei kemarin, petani tebu sulit mendapatkan dana penanaman. Akibatnya, mereka tidak dapat melakukan pengolahan lahan untuk musim tanam berikutnya.

"Harga Rp 9.700 yang ditetapkan itu juga masih dihitung jika terkena PPN. Sementara, setelah pembebasan PPN, seharusnya harga di tingkat petani Rp 10.700 per kg," kata Edi.

Ribuan petani gula dari seluruh Indonesia menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Senin (28/8) pagi, terkait gula. Dengan menggunakan kaos putih dan topi merah atau topi petani, mereka menyuarakan aspirasi.

"Aspirasi kami, agar harga gula sekitar Rp 11 ribu, tidak ada impor gula rafinasi, karena itu mematikan tebu petani Indonesia," ujar Imam (47), petani tebu asal Blitar kepada Republika.co.id.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement