REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan nonaktif Antonius Tonny Budiono mengaku tidak mengenal Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan. "Saya tidak kenal dengan Pak Adiputra," katanya saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Selasa, untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Selasa (29/8).
KPK telah menetapkan Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Adiputra Kurniawan (APK) sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait dengan perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017. Lebih lanjut, Tonny menyampaikan bahwa saat menjabat, dia melayani siapa pun yang datang ke kantornya, baik yang mempunyai proyek ataupun tidak.
"Banyak yang datang bisa dilihat dari kartu nama, pasti banyak banget bisa sampai 200-an mungkin lebih kartu nama yang datang ke saya. Ada perusahaan asing datang untuk urus investasi saya layani," kata Tonny.
Terkait dengan PT Adhi Guna Keruktama (AGK) yang sudah memenangkan lima kali tender proyek di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, Tonny mengaku tidak mengetahuinya. "Tidak tahu karena saya selama memimpin tidak pernah mau tahu siapa yang menang dan mereka menang. Karena kalau mereka datang ke saya, saya mau bukan memenangkan tetapi anda secara profesional lakukan tender, kalau anda menang pasti memang," tuturnya.
Sebelumnya, dalam penyidikan kasus itu, KPK menyita sejumlah tombak, keris, hingga batu akik saat melakukan penggeledahan di kediaman Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB) pada Jumat (25/8). "Ada sejumlah tombak, keris, jam tangan, dan cukup banyak batu akik dengan cincinnya. Cincinnya kami duga itu ada yang dilapis emas putih dan kuning," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (28/8).
Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa penyidik KPK total menyita sekitar 50 barang saat melakukan penggeledahan di mess yang ditempati tersangka Tonny di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat itu. "Aset-aset yang disita saat Jumat kemarin ada sekitar 50 barang, merupakan gratifikasi yang diterima yang bersangkutan saat menjabat di Kementerian Perhubungan. Sering kali ada pejabat atau pegawai negeri penyelenggara negara awalnya tidak menyadari pemberian dari pihak-pihak tertentu sehingga ada yang dikenal ucapan 'terima kasih'," kata Febri.
Febri menyatakan bahwa KPK telah menetapkan Tonny sebagai tersangka kasus suap dan juga gratifikasi. Dalam penyidikan kasus suap itu, KPK juga telah merinci jumlah uang yang berada di dalam 33 tas saat operasi tangkap tangan terhadap Tonny.
"Uang yang ditemukan KPK pada operasi tangkap tangan di lokasi kediaman tersangka ATB di Mess Perwira Ditjen Hubla, yaitu 479.700 dolar AS, 660.249 dolar Singapura, 15.540 poundsterling, 50.000 dong Vietnam, 4.200 euro, dan 11.212 ringgit Malaysia. Sementara, dalam mata uang rupiah sekitar Rp 5,7 miliar," kata Febri.
Diduga, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Sebagai pihak yang diduga pemberi, APK disangkakan melanggar disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Sebagai pihak yang diduga penerima, ATB disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukumannya minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
KPK telah menahan dua tersangka itu untuk 20 hari pertama. ATB ditahan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur dan APK ditahan di Polres Jakarta Timur.