REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hama atau Hamat adalah sebuah kota di tengah Suriah, sekitar 54 kilometer di utara Homs dan 132 kilometer di selatan Aleppo. Hama sendiri menghubungkan Homs dengan Aleppo.
Kota ini dilalui oleh Sungai Orontes (Nahr al-Asi) di tengahnya. Kedua sisi kota dihubungkan oleh tiga jembatan. Daerah dataran yang menge lilingi Hama dikenal sebagai ladang gandum. Instalasi hidrolik berjasa mengalirkan air ke ladang-ladang subur di Hama.
Pada tahun 16 Hijriyah (638 Masehi), Hama diambil alih pemerintahan Islam dan selama hampir empat abad dikelola di bawah militer distrik Homs. Selama kepemimpinan Sayf al- Dawla dari Dinasti Hamadniyah, Hama masuk dalam wilayah Aleppo hingga abad ke-12 pada masa Dinasti Seljuk.
Pada 1133 M, Pasukan Salib mencoba memasuki Hama, tapi berhasil dipukul mundur. Kemudian, pada 1137 M, Hama mengalami guncangan internal hingga akhirnya dipimpin Imaduddin Zangi (wafat 1146 M) yang menempatkan unit tentara khusus untuk menjaga Hama, Aleppo, dan kawasan sekitarnya. Hama tetap aman saat dipimpin anak dari Imaduddin Zangi, Nuruddin yang lalu diteruskan oleh Salahuddin.
Dari Dinasti Seljuk, Hama kemudian di pimpin oleh pangeran Dinasti Ayyubiyah yang juga seorang ilmuwan, Abul Fida. Kepemimpinan Abul Fida atas Hama tidak lepas atas jasanya membantu pemimpin Mamluk mengalahkan serangan Mongol. Berkat jasanya pula, peran Hama jadi penting dalam melawan serangan Mongol dan Pasukan Salib pada masa-masa paling menentukan dalam sejarah Islam pada 1250-1291 M.
Hama turut membantu perlawanan umat Islam bersama Raja Baybar dari Dinasti Mam luk melawan pasukan Mongol dan pasukan Salib yang bersekutu dengan pasukan Armenia. Pasukan utusan Hama juga berhasil merebut kembali wilayah Acre dari pasukan Salib pada 1291 M.
Tidak ada pemimpin Hama yang bisa me nyamai Abul Fida, bahkan saat Hama dipimpin Timur Lang. Meski begitu, Dinasti Mamluk sempat membangun kembali dua kincir air (naurah) yang penting bagi Hama. Kejatuhan Dinasti Mamluk digantikan oleh Dinasti Turki Utsmani.