REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penguasa semenanjung Arab itu tampak kesal. Dia tidak terima dengan surat yang berisikan seruan memeluk Islam. Saking kesalnya, lelaki itu, Thumamah bin Uthal, berjanji akan membunuh si pendakwah risalah Islam yang menandatangani surat. Tidak lain, orang itu adalah Ra sulullah SAW.
Suatu ketika paman Thumamah meng ingat kan soal niatnya untuk membunuh Nabi. Thumamah kemudian melancarkan niatnya dengan terlebih dahulu mem bunuh kelompok sahabat Nabi. Setelah peristiwa tersebut, Nabi pun menyatakan, Thumamah disilakan membunuh Rasulullah. Namun, entah kenapa, dia tidak melakukan itu.
Utusan Allah tersebut memang sedang gencar mendakwahkan Islam ke berbagai wilayah di tanah Arab. Dakwah tersebut dimaksudkan untuk mengajak masyarakat meninggalkan tradisi menyembah berhala dan menjadi Muslim yang mengakui keesaan Allah. Namun, ajakan itu banyak dipertentangkan. Rasulullah ketika itu banyak mendapatkan perlawanan berbentuk cacian, bahkan penghinaan yang sangat tidak beradab.
Thumamah memiliki kekuasaan terbesar di Arab sebelum masa Alquran dibukukan. Wajar, dia merupakan keturunan Bani Hanifah yang berkuasa di Yamamah. Masyarakat di sana ketika itu sangat menghormatinya. Dia mampu memengaruhi banyak orang untuk kepentingan politiknya.
Tidak lama setelah membunuh sahabat Rasulullah, Thumamah pergi ke Makkah untuk mengelilingi Ka'bah dan menyembah berhala. Ketika dalam perjalanan sekitar Madinah, dia ditangkap oleh kelompok Muslim yang sedang berpatroli. Dia kemudian dibawa dan diikat ke salah satu tiang masjid Nabawi. Thumamah berontak, tapi tidak mampu melepaskan diri. Penguasa itu tidak mengetahui siapa yang menangkapnya.
Pasukan Muslim menangkapnya karena dicurigai akan melakukan kejahatan. Mereka pun menunggu keputusan. Rasulullah yang menentukan hukuman apa yang dijatuhkan. Namun, sebelum menjatuhkan hukuman, Nabi terlebih dahulu mengenali sosok yang ditangkap. Setelah itu, Rasul mengetahui dia adalah Thumamah, orang yang selama ini memusuhi Islam