Selasa 29 Aug 2017 19:50 WIB

Koleksi Keris dan Tombak Disita KPK, Tonny Budiono: Bukan dari Gratifikasi

Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (kiri) keluar gedung KPK seusai pemeriksaan, Jakarta, Selasa (29/8).
Foto: Mahmud Muhyidin
Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (kiri) keluar gedung KPK seusai pemeriksaan, Jakarta, Selasa (29/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Laut nonaktif Antonius Tonny Budiono mengaku bahwa keris dan tombak yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan dari gratifikasi.

Sebelumnya, KPK menyita sejumlah tombak, keris hingga batu akik saat melakukan penggeledahan di kediaman Tonny di Mess Perwira Ditjen Hubla di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, pada Jumat (25/8) lalu.

"Soal keris itu milik pribadi, bukan gratifikasi," kata Tonny seusai diperiksa KPK sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/8).

KPK telah menetapkan Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK) sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017.

Sementara itu, Tonny juga belum mau mengungkapkan siapa mafia yang juga "bermain" terkait proyek-proyek di Perhubungan Laut.

"Nanti deh kalau sudah masuk perkara ya. Jangan dulu ya, kan tidak boleh. Nanti bisa jadi pencemaran nama baik, saya tidak mau," kata Tonny.

Sebelumnya, Tonny sempat menyebutkan bahwa banyak mafia terkait proyek-proyek di Perhubungan Laut.

"Selama ini kan di laut banyak mafia untuk rekayasa evaluasi. Jadi kontraktor yang harusnya menang dikalahkan dengan adanya rekayasa tersebut. Ketika menjadi Dirjen, saya hilangkan itu," ucap Tonny di gedung KPK, Jakarta, Jumat (25/8) dini hari.

Sebelumnya, dalam penyidikan kasus itu, KPK menyita sejumlah tombak, keris hingga batu akik saat melakukan penggeledahan di kediaman Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB) pada Jumat (25/8) lalu.

"Ada sejumlah tombak, keris, jam tangan, dan cukup banyak batu akik dengan cincinnya. Cincinnya kami duga itu ada yang dilapis emas putih dan kuning," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa penyidik KPK total menyita sekitar 50 barang saat melakukan penggeledahan di mess yang ditempati tersangka Tonny di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

"Aset-aset yang disita pada Jumat lalu ada sekitar 50 barang, merupakan gratifikasi yang diterima yang bersangkutan saat menjabat di Kementerian Perhubungan. Sering kali ada pejabat atau pegawai negeri penyelenggara negara awalnya tidak menyadari pemberian dari pihak-pihak tertentu sehingga ada yang dikenal ucapan 'terima kasih'," kata Febri.

Febri pun menyatakan bahwa KPK telah menetapkan Tonny sebagai tersangka kasus suap dan juga gratifikasi.

Dalam penyidikan kasus suap itu, KPK juga telah merinci jumlah uang yang berada di dalam 33 tas saat operasi tangkap tangan terhadap Tonny.

"Uang yang ditemukan KPK pada operasi tangkap tangan di lokasi kediaman tersangka ATB di Mess Perwira Ditjen Hubla, yaitu 479.700 dolar AS, 660.249 dolar Singapura, 15.540 poundsterling, 50.000 dong Vietnam, 4.200 euro, dan 11.212 ringgit Malaysia. Sementara, dalam mata uang rupiah sekitar Rp5,7 miliar," kata Febri.

Diduga, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, APK disangkakan melanggar disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, ATB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

KPK pun telah menahan dua tersangka itu untuk 20 hari pertama. ATB ditahan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur dan APK ditahan di Polres Jakarta Timur.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement