REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, KPK belum membicarakan lebih lanjut bila adanya aturan tindak pidana yang diterapkan bila ada penyimpangan dana Parpol, yang mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp 1000 per suara.
"Kami belum bicara sampai sana tapi kami tentu akan bersama-sama dengan instansi yang terkait untuk memastikan terlebih dahuku regulasi diatur secara tepat," ujar Febri di KPK, Selasa (29/8).
Jadi, sambung Febri, tidak hanya mengatur kenaikan dana parpol tapi juga mengatur aspek akuntabilitas. Semua dana tersebut nantinya bisa diaudit secata langsung oleh BPK misalnya atau aspek keterbukann pada publik sesuai UU keterbukaan informasi.
"Harus diatur secara lebih ketat di UU revisi ini. Kita belum bisa bicara tentang penyimpangan kalau basis aturan yang dilarang dan diperbolehkan mana belum diatur. Ini pekerjaan rumah (pr) awal dalam upaya perkuat parpol kita," jelas Febri.
Terkait lembaga yang akan melakukan audit, tambah Febri, bisa dilakulan BPK dan untuk yang berjalan saat ini, selain BPK ada akuntan publik yang melakukan audit tersebut.
"Nah, itu kan perlu diatur lebih jelas bagaimana mekanisme akuntabilitas dan pertanggungjawaban dana APBN ini karena ada peningkatan dari Rp 108 sampai Rp 1000 kan signifikan dan ada penggunaan uang APBN di sana," ucapnya.
Surat Menteri Keuangan Nomor 277/MK.02/2017 tanggal 29 Maret 2017 yang dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri menetapkan bantuan dan kepada parpol tiap tahunnya meningkat menjadi sebesar Rp 1.000 per suara sah dari sebelumnya hanya Rp 108 per suara sah. Alokasi anggaran diambil dari APBN setelah melalui kajian.
Meskipun meningkat, jumlah tersebut masih lebih kecil dari hasil kajian KPK yang menyebut dana partai idealnya sebesar Rp 1.071 per-suara sah. Syarat yang diajukan KPK adalah nilai bantuan harus disesuaikan dengan iuran anggota, ada kode etik dan mahkamah etik di internal parpol serta perekrutan kader parpol harus dilakukan terbuka dan transparan.
Pembiayaan parpol tersebut diikuti dengan revisi atas PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol dan UU Parpol. Revisi dalam dua aturan itu harus memuat sejumlah indikator, yakni perbaikan rekrutmen dan kaderisasi, perbaikan etik politisi, dan pelaksanaan pendidikan politik kepada masyarakat.