Rabu 30 Aug 2017 06:56 WIB

Inggris akan Investigasi Ulang Pembunuhan Kartunis Palestina

Rep: Marniati/ Red: Andi Nur Aminah
Seorang kartunis Palestina, Naji Salim al-Ali, ditembak dari jarak dekat di wajahnya, di luar kantornya di Ives Street, Chelsea, pada 22 Juli 1987.
Foto: Twitter
Seorang kartunis Palestina, Naji Salim al-Ali, ditembak dari jarak dekat di wajahnya, di luar kantornya di Ives Street, Chelsea, pada 22 Juli 1987.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Polisi kontraterorisme Inggris telah membuka kembali penyelidikan atas pembunuhan kartunis Palestina Naji Al-Ali (30) setelah dia ditembak dan dibunuh di London. Polisi Metropolitan telah meminta informasi tentang pria bersenjata dan pria kedua yang terlihat mengemudi dari tempat kejadian pada 22 Juli 1987 lalu. Mereka juga telah merilis sketsa penembak yang diperbarui untuk menunjukkan seperti apa wajah pria tersebut hari ini.

Al-Ali, salah satu kartunis satiris paling terkenal di Arab, dikenal karena kritiknya yang blak-blakan terhadap Israel, pemerintah AS dan Arab, termasuk pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat. Dia dilaporkan telah menerima sekitar 100 ancaman pembunuhan namun terus mengutuk pendudukan Israel dan ketidakmampuan pemimpinan Palestina dalam mengatasi krisis yang ada.

Karya al-Ali yang paling terkenal adalah 'Handala' yang bercerita tentang anak pengungsi, yang selalu terlihat dari belakang saat ia mengamati berbagai adegan pendudukan Israel. Karya al-Ali yang satu ini masih digunakan untuk aksi-aksi pro Palestina hingga saat ini.

Kartunis ini sering dianggap sebagai suara bagi orang-orang Palestina yang direbut, yang digambarkan oleh //Guardian pada 1984 lalu sebagai hal yang paling dekat dengan opini publik Arab. Dia sangat cemas dengan daya tarik yang diperoleh dari solusi dua negara, yang dia anggap sebagai penerimaan bahwa orang-orang Palestina tidak akan pernah mendapatkan kembali keseluruhan tanah air mereka.

Al-Ali berada di Jalan Ives, Knightsbridge, di luar kantor surat kabar Kuwait Al-Qabas, untuk menggambar karikatur politik, saat dia ditembak di belakang lehernya. Saksi mata menyaksikan melihat dua pria yang mengikutinya pada saat-saat sebelum penembakan tersebut, yang salah satunya melarikan diri dengan berlari menuruni Draycott Avenue. Sedangkan yang lainnya melaju dengan Mercedes perak.

Al-Ali dibawa ke rumah sakit. Dia berada dalam keadaan koma sampai meninggal lebih dari sebulan kemudian atau pada tanggal 29 Agustus 1987. Polisi melacak senjata para penyerang ke sebuah flat di Hull milik Ismail Sowan, seorang peneliti Palestina berusia 28 tahun.

Sowan dituduh bekerja untuk PLO, yang awalnya dia tolak. Namun kemudian mengaku bekerja sebagai agen ganda untuk organisasi tersebut atas nama dinas rahasia Israel Mossad dan mengakui mengetahui sebelumnya tentang pembunuhan tersebut. Pengakuan itu membuat hubungan antara Inggris dan Israel memburuk. Tiga diplomat Israel kemudian diusir dari London dan markas Mossad di ibu kota ditutup.

Sebuah pistol Tokarev 7,62 ditemukan di ruang terbuka di Hallfield Estate di Paddington hampir dua tahun setelah pembunuhan tersebut, pada tanggal 22 April 1989. 30 tahun kemudian, kasus ini telah dibuka kembali dengan harapan mengetahui penembak yang tidak pernah diidentifikasi.

Dalam sebuah pernyataan, Komandan Dean Haydon, kepala komando kontra-terorisme, mengatakan Pembunuhan brutal terhadap al-Ali menghancurkan keluarganya dan selama 30 tahun mereka terus merasakan kerugiannya. Menurutnya, kepolisian sebelumnya telah meninjau kasus ini dan mengikuti sejumlah jalur penyelidikan yang tidak mengakibatkan polisi dapat mengidentifikasi kedua pria pelaku.

"Namun, banyak bisa berubah dalam 30 tahun, pergeseran kesetiaan dan orang-orang yang tidak mau berbicara pada saat pembunuhan sekarang dapat dipersiapkan untuk maju dengan informasi penting," ujar Dean Haydon seperti dilansir Middle East Monitor, Selasa (29/8).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement