Rabu 30 Aug 2017 08:37 WIB

Fadli Zon Minta Polri Terbuka dan Tuntas Usut Penyebar Hoax

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon menanggapi pengungkapan kasus Saracen, yang disebut Polri sebagai kelompok yang menjual jasa penyebar hoax dan kebencian di media sosial. Menurutnya, pengungkapan kasus itu harus dilakukan terbuka dan tuntas, agar tak mengundang spekulasi dan fitnah.

“Kita tentu berharap agar dalam menjalankan tugasnya Polri bisa bekerja secara transparan dan tuntas, agar tidak melahirkan spekulasi dan fitnah di masyarakat," harap politikus Partai Gerindra dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/8).

Meski demikian, Fadli tetap mengapresiasi kerja kepolisian dalam pengungkapan kasus bisnis hoax dan isu-isu SARA. Memang, tak bisa disangkal, hal-hal semacam itulah yang selama ini telah membuat demokrasi jadi tidak sehat. Namun, meskipun polisi sejak awal mengekspose kasus Saracen sebagai kasus besar terkait industri hoax dan penyebar kebencian di media sosial, kasus ini kan baru bergulir.

Dia mengatakan, apakah dugaan-dugaan atau tuduhan-tuduhan awal itu akan terbukti, dalam arti bisa diungkap dalang atau pengguna jasanya, inilah yang harus sama-sama dikawal dan perhatikan. "Jika benar kelompok tersebut menjalankan bisnis jasa penyebaran hoax, kebencian, tentu harus segera ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku siapa pun pemilik atau pengguna jasa bisnis tersebut," katanya.

Fadli mengatakan, tidak ingin kasus Saracen ini nantinya berakhir antiklimaks seperti kasus pengungkapan mafia beras yang bikin heboh beberapa pekan lalu itu. "Di mana ekspose awalnya bombastis, namun perkembangan kasusnya kemudian ternyata tak sebesar yang diekspose di awal,” tegas Fadli Zon.

Fadli mengatakan hoax dan ujaran kebencian memang telah memperkeruh perpolitikan nasional, sekurang-kurangnya dalam lima tahun terakhir. Jika dibiarkan, hal itu bisa jadi bumerang bagi kehidupan kebangsaan Indonesia yang plural dan majemuk. Untuk itu harus ada upaya penegakkan hukum yang tegas untuk mengatasinya. Serta tidak boleh ada tebang pilih di dalamnya.

Kemudian, Fadli juga mengkritik terkait kegemaran Presiden yang berkali-kali mengumpulkan buzzer-buzzer politik di istana. Apalagi di tengah wabah hoax, hate speech, dan eksploitasi isu SARA di kalangan pengguna media sosial. Mengumpulkan para buzzer pendukung pemerintah, menurut Fadli adalah bentuk komunikasi politik yang bermasalah dari seorang kepala negara.

Oleh karena itu, kegiatan semacam itu sebaiknya disudahi. Karena hanya akan merusak wibawa negara dan kontraproduktif dengan usaha Polri yang sedang membongkar mafia penyebar hoax dan kebencian di media sosial. Selain itu juga hanya memperkuat kesan di masyarakat jika pemerintah sebenarnya menerapkan standar ganda dalam urusan hoax dan ujaran kebencian ini.

Selanjutnya apabila benar Saracen adalah industri jasa yang membisniskan penyebaran hoax, isu-isu SARA dan ujaran kebencian, maka polisi harus bisa membongkarnya secara tuntas dan transparan. Bukan hanya ketika pengguna jasanya adalah pihak-pihak yang kebetulan berseberangan dengan pemerintah. Namun juga jika dalam proses penyidikan ternyata temuannya justru mengarah kepada pihak-pihak pendukung rezim yang sedang berkuasa.

"Di sisi lain, dari berbagai perkembangan berita yang ada kelihatannya kasus ini tak sebesar eksposenya. Saya cenderung menilai kasus Saracen ini sekadar dagelan baru," kata Fadli. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement