REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut catatan sejarah, komunitas Muslim sudah menetap di Belarus sejak berabad-abad yang lampau. Keberadaan umat Islam memberi warna tersendiri bagi kehidupan beragama di negara bekas Uni Soviet tersebut.
Mereka hidup berdampingan dengan baik bersama masyarakat non-Muslim, terutama Kristen. Namun, selama beberapa waktu belakangan, mereka harus menghadapi berbagai cobaan dari pemerintah.
Ketika rezim komunis Soviet berkuasa, banyak rumah ibadah yang dihancurkan. Sebagai akibatnya, kaum Muslimin Belarus sampai hari ini harus menghadapi minimnya sarana ibadah. Sekarang ini hanya ada 10 masjid dan mushala yang beroperasi di Belarus.
“Budaya Islam kini memiliki pijakan yang lemah di Belarus. Bahkan, untuk membeli daging halal saja merupakan hal yang sulit di ibu kota Minsk,” ungkap Ryhor Astapenia dalam artikelnya “Is Radical Islam a Threat for Belarus?” yang dipublikasikan buletin Belarus Digest pada Februari lalu.
Selain minimnya masjid, Muslim Belarus kini juga menghadapi masalah lain yang tak kalah peliknya. Di antaranya isu radikalisme yang mulai disematkan oleh pemerintah setempat kepada mereka. Pada akhir November 2014, sebanyak 20 Muslim ditangkap oleh pihak keamanan Belarus karena dicurigai memiliki hubungan dengan kelompok radikal.
Penangkapan tersebut tak ayal mengundang tanda tanya besar di kalangan Muslim di negara itu. Namun, dalam pernyataan resminya, pihak berwenang Belarus mengaku hanya menerapkan langkah-langkah pencegahan sebelum kalangan “Islamis” melakukan aksi “kejahatan.”
Stigma “penjahat” yang dialamatkan kepada Muslim itu tentu saja melukai hati umat Islam Belarus. Apalagi, kecurigaan semacam itu dapat menimbulkan sikap diskriminasi terhadap kaum Muslimin yang sudah hidup turun-temurun di negara itu.
Bahkan, menurut sebuah sumber, di Badan Intelijen Belarusia (KGB) saat ini sudah dibentuk bagian khusus yang bertugas untuk memantau segala bentuk aktivitas yang berhubungan dengan Islam.
Tokoh Muslim Belarus, Rustam Hasenevich, mengatakan, kaum Muslimin di negaranya saat ini berada di bawah kontrol yang ketat dari pemerintah. “Badan-badan intelijen mengendalikan segala sesuatu yang terjadi di kalangan umat Islam di negara ini. Pada Jumat, para agen mematai-matai aktivitas di masjid. Mereka tahu apa saja yang dibicarakan oleh orang-orang Islam,” ujarnya.