REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam di Maladewa telah dikenal sejak abad ke-12 lewat interaksi pedagang Arab, Muslim Gujarat, dan Mughal di wilayah ini. Sejarawan Muslim terkemuka asal Maroko, Ibnu Battutah, bahkan mengungkapkan, pada 1153 Muhammad el Adil merupakan sultan pertama di Maladewa yang memeluk Islam setelah sebelumnya raja-raja di Maladewa memeluk agama Buddha.
Beberapa nama sultan setelahnya, seperti Sultan Hatidje, Sultan Maryam, dan Sultan Fatma Dayin pun dikenal sebagai bagian dari Kesultanan Maladewa. Dari kesultanan Maladewa itulah wilayah gugusan atol ini kemudian secara mayoritas menjadi negara berpenduduk Muslim hingga kini.
Selain bangunan Masjid Hulhulemale yang dianggap secara struktur masih baru, terdapat beberapa bangunan masjid yang telah lebih dulu berdiri di wilayah Maladewa ini. Di antaranya Masjid-al-Sultan Muhammad Thakurufaanu Al Auzam atau yang juga dikenal dengan Islamic Centre Maldives. Dan sebuah masjid tertua, Hukuru Miskiy, yang berdiri sejak 1658 dan kini tercatat sebagai warisan dunia UNESCO.
Pada era kolonialisme, Kesultanan Maladewa beberapa kali di bawah kekuasaan Belanda dan Inggris. Pada 1953 Inggris kemudian membekukan sistem Kesultanan di Maladewa hingga kemudian Maladewa merdeka pada 26 Juli 1965 dari kekuasaan Inggris dan menjadi negara republik. Tiga tahun setelah merdeka, sistem Kesultanan Maladewa secara resmi dihapuskan dan pemimpin pemerintahan bangsa ini dipilih secara demokratis.