REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengungkapkan, pihaknya akan berusaha membuat terobosan untuk menyiasati persoalan keterlambatan pendanaan bagi atlet yang akan terjun pada ajang multi event. Menpora menegaskan, ke depannya pendanaan yang sifatnya taktis dan perlu segera dikeluarkan akan diambil dari dana di luar Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Kami akan melibatkan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), swasta maupun perorangan. BUMN-BUMN nanti kita minta menjadi bapak angkat yang akan membiayai kebutuhan cabang olahraga tertuntu. Kami akan membentuk lembaga pendanaan olahraga Indonesia untuk mengakomodasi dana bantuan dari pihak swasta. Bisa saja nanti kita akan melibatkan masyarakat untuk membantu pendanaan olahraga kita," kata Menpora di Jakarta, Kamis (31/8).
Indonesia gagal total pada SEA Games 2017, target menempati peringkat sempat dan meraup 55 medali emas tidak mampu dipenuh. Indonesia pulang hanya dengan merebut 38 medali emas, dan harus puas berada di peringkat kelima. Ini adalah hasil SEA Games terpuruk sepanjang keikutsertaan Indonesia sejak 1977.
Salah satu faktor utama yang dianggap menjadi biang kegagalan Indonesia adalah pendanaan. Jauh-jauh hari sebelum atlet berjuang untuk memberikan yang terbaik di ajang SEA Games 2017. Mereka sudah harus berjuang melawan sulitnya pencairan dana bagi kebutuhan mereka.
Uang saku, uang makan, uang penginapan yang yang mendasar bagi kebutuhan atlet kerap tidak dipenuhi tepat waktu. Belum lagi peralatan pertandingan yang memiliki standar internasional, yang sangat penting bagi atlet justru baru mereka terima setelah mereka akan berangkat ke SEA Games. Sehingga tidak sedikit atlet kita yang menggunakan peralatan lama miliknya.
Imam menyatakan, keterlambatan pencairan dana tak lain karena memegang prinsip kehati-hatian. "Kami menggunakan uang negara, oleh sebab itu dalam pencairan mengikuti aturan yang ditetapkan oleh negara. Jangan sampai di kemudian hari terjadi permasalahan hukum," kata Imam.
"Kami banyak diingatkan oleh berbagai pihak untuk hati-hati dalam pencairan dana negara, sehingga prinsip kehati-hatian itulah yang kami terapkan. Hal ini berimbas dengan keterlambatan pencairan dana yang memang dibutuhkan oleh atlet."
Sebelumnya program BUMN menjadi rang tua asuh bagi cabang olahraga memang sempat berjalan. Bank Mandiri misalnya pernah menjadi bapak angkat atletik, BRI untuk cabang karate, dan lain-lain. Program tersebut sebenarnya cukup berhasil tetapi entah kenapa saat ini tidak berlanjut.