Kamis 31 Aug 2017 16:22 WIB

Kepastian Divestasi Saham Freeport Harus Segera Dituntaskan

CEO of Arizona-based Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, Richard Adkerson berbincang bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/8)
Foto: AP
CEO of Arizona-based Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, Richard Adkerson berbincang bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dan mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier mengatakan adanya Kesepakatan Pemerintah RI dengan pihak Freeport memang patut disyukuri. Meski begitu saat ini pemerintah dituntut tetap jeli dan waspada karena yang perlu disadari oleh pemerintah adalah kunci aturan yang terdapat pada butir kedua tentang divestasi 51 persen saham Freeport itu.

''Kesepakatan dalam butir kedua itu adalah soal divestasi saham yang 51 persen itu. Memang semestinya dalam perundingan tingkat tinggi antara Pemerintah RI dengan Freeport kali ini tidak  ditunda atau dianggap sebagai hal teknis. Mengapa? Sebab di situlah sebenarnya inti masalahnya selama ini,  yakni pada hal hal teknis divestasi seperti kapan dan syarat atau ketentuan lain dalam pelaksanaannya,'' kata Fuad Bawazier, melalui rilsinya kepada Republika.co.id, (31/8).

Menurut Fuad, tanpa penuntasan hal-hal yg berkaitan dengan  divestasi sebenarnya kesepakatan itu masih mentah dan bisa berlarut yang di belakang hari bisa merugikan pihak Indonesia. Sementara "senjata" Pemerintah sudah lepas yaitu  hak untuk "tidak memperpanjang kontrak pada tahun 2021".

''Maka bila tidak ada kesepakatan baru yg benar-benar tuntas. Apalagi kalau  penuntasannya melampaui tahun 2019 yang berarti beban bagi pemerintahan yang akan datang, siapapun presidennya,'' ujarnya.

Maka Fuad menyarankan agar soal divestasi 51 persen saham itu harus dituntaskan pada tahun ini juga. Pemerintah juga tdk harus membayar saham itu secara tunai tapi dibayar dengan izin perpanjangan misalnya selama 30 th atau selama tambang masih ekonomis.

''Nantinya bisa juga dibayar dengan dividen yang akan diterima sepanjang harganya saham murah atau  sekedar formalitas transaksi pelepasan saham,'' tegasnya.

Dalam perpanjangan izin Freeport th 1991 yang lalu, pelepasan 10 persen saham Freeport juga di bayar dengan dividen, bukan cash atau tunai.

"Ingat tanpa ada izin baru (perpanjangan), maka saham yang ada di tangan Freeport sekarang ini tidak akan punya nilai apa apa lagi alias menjadi kertas toilet tissu semata. Dengan pemerintah (bukan swasta nasional) sudah pemegang 51 persen saham maka tdk ada lagi issue perpanjangan izin di kemudian hari. Jadi tidak tiap kali masa izin pertambangan habis, politik ribut melulu. Kami ingin ada win win solution dalam kasus Freeport ini,'' tandas Fuad Bawazier.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement