REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Perusahaan keamanan siber FireEye mengungkapkan Cina memperluas serangan siber ke Vietnam di tengah ketegangan di Laut Cina Selatan meningkat. Hal itu diketahui setelah FireEye menemukan siber mata-mata yang diketahui milik Cina menargetkan perusahaan di Vietnam.
FireEye mengatakan kepada Reuters, serangan tersebut terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu disimpukan berdasarkan fakta sebelumnya, sebuah kelompok Cina yang diidentifikasi menggunakan infrastruktur yang sama persis.
"Di mana Cina sering berfokus pada pemerintah sebelumnya, ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar menyerang sektor komersial potensial di Vietnam,” kata pemimpin tim pegintai FireEye, Ben Read dikutip dari Reuters, Kamis (31/8). Dia mengatakan Cina tengah mencoba mengumpulkan basis informasi yang luas.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying mengatakan negaranya menentang semua bentuk kegiatan internet ilegal atau mencuri rahasia. Begitu juga menentang tuduhan dari pihak manapun mengenai negara manapun mengenai masalah tersebut tanpa bukti.
Selanjutnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Le Thi Thu Hang mengatakan serangan maya tetap harus dihukum berat sesuai dengan hukum. Vietnam juga membantah sudah mengizinkan pengintaian melalui siber meskipun FiteEye juga menilai pihaknya melakukan serangan yang sama.
Ketegangan antara Cina dan negara tetangga Vietnam berada pada titik tertinggi selama tiga tahun di Laut Cina Selatan. Vietnam menghentikan pengeboran minyak di perairan lepas pantai yang juga diklaim oleh Cina pada Juli 2017 di bawah tekanan Beijing.
Cina tentunya tidak terima dengan upaya Vietnam menggalang negara-negara Asia Tenggara terkait konflik di Laut Cina Selatan. Cina mengklaim hampir semua Laut Cina Selatan yang diperkirakan mencapai tiga triliun dolar AS dalam perdagangan internasional setiap tahunnya. Brunei, Malaysia, Filipina, dan Taiwan juga memiliki klaim.
FireEye mengatakan serangan siber di Vietnam melibatkan pengiriman dokumen yang tampaknya merupakan permintaan informasi keuangan. Berbagai perusahaan tampaknya telah ditargetkan, termasuk lembaga keuangan.
Saat pengguna membukanya, mereka mengirimkan perangkat lunak yang dapat menginfeksi komputer dan mengirim kembali informasi ke mata-mata siber. Hanya saja, Read mengakui saat ini belum bisa mengatakan dengan tepat informasi apa yang telah dikumpulkan.