REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Mahkamah Agung (MA) Kenya pada Jumat (1/9) membatalkan kemenangan Presiden Uhuru Kenyatta dalam pemilihan presiden. Alasannya, telah terjadi kecurangan-kecurangan, dan memerintahkan pemilihan baru dalam waktu 60 hari ke depan.
Pengumuman tersebut merupakan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya di Afrika, dimana pemerintah-pemerintah sering memengaruhi para hakim untuk membuat keputusan. Fatwa yang disiarkan secara luas melalui televisi, mengagetkan negara itu dan mengakibatkan persaingan baru antara Kenyatta (55) dan tokoh penentang Raila Odinga (72).
Kenyatta menyerukan rakyatnya agar tenang dan menghormati keputusan tersebut. Dalam pidatonya yang disiarkan televisi setempat, ia menyatakan akan maju lagi untuk mencalonkan diri. Tapi kemudian ia menyerang dengan mengeluarkan sebuah catatan, mengeritik mahkamah itu telah mengabaikan keinginan rakyat dengan memberhentikan para kolega kepala kehakiman sebagai wakora.
Para pendukung Odinga yang berada di jantung wilayah di bagian barat Kenya bersorak-sorak saat berpawai melintasi jalan-jalan sambil mengangkat cabang-cabang pohon. Kenya, sekutu Amerika Serikat dalam pertempuran melawan kelompok militan dan pintu gerbang perdagangan ke Afrika Timur, memiliki sejarah suram mengenai pemungutan suara yang disengketakan.
Perselisihan mengenai hasil pemilihan tahun 2007, dimana Odinga ditentang setelah dinyatakan sebagai calon yang kalah, diikuti oleh pertumpahan darah selama berminggu-minggu. Lebih 1.200 orang tewas dalam pertikaian etnis itu. Ekonomi Kenya, yang terbesar di kawasan itu, terjerembab ke dalam resesi dan kekuatan-kekuatan ekonomi tetangganya terpengaruh.
Ketua Mahkamah David Maraga mengumumkan fatwa Mahkamah Agung yang didukung oleh empat dari enam hakim, dengan menyatakan deklarasi kemenangan Kenyatta 'tidak sah dan batal'. Rincian dari fatwa itu akan disiarkan dalam waktu 21 hari.
Di dalam ruang pengadilan, Odinga mengacung-acungkan tinjunya. Sementara di luar, saham-saham mengalami penurunan di bursa Nairobi di tengah-tengah suasana tak menentu. Sementara para pendukung Kenyatta pun menggerutu. Namun, suasana di jalan-jalan ibu kota Kenya itu tetap tenang.
Para hakim menyatakan mereka tidak menemukan kecurangan oleh Kenyatta. Melainkan justru mengatakan komisi pemilihan 'gagal' mengabaikan atau menolak untuk menyelenggarakan pemilihan presiden dalam sikap yang konsisten seuai dengan yang diamanahkan konstitusi.