Sabtu 02 Sep 2017 02:49 WIB

Erdogan Sebut Pembunuhan Etnis Rohingya di Myanmar Genosida

Recep Tayyip Erdogan (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Recep Tayyip Erdogan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan bahwa kematian ratusan warga Rohingya di Myanmar selama sepekan terakhir merupakan genosida yang ditujukan ke komunitas Muslim di kawasan itu. Hampir 400 orang telah meninggal dalam pertempuran yang melanda bagian barat laut Myanmar selama sepekan.

Data resmi yang baru itu membuat perstiwa ini barangkali menjadi kekerasan yang paling mematikan menimpa kaum minoritas Rohingya di negara itu dalam beberapa dekade. "Telah terjadi genosida di sana. Mereka tetap diam terhadap ini. Semua yang melihat dari jauh genosida ini dilakukan di bawah kerudung demokrasi juga bagian dari pembunuhan massal," kata Erdogan pada perayaan Idul Adha yang diadakan Partai AK di Istanbul.

Erdogan, yang akarnya didasarkan pada politik Islam, telah lama mengambil posisi kepemimpinan di antara komunitas Muslim dunia. Ia mengatakan sudah menjadi tanggung jawab moral Turki untuk mengambil sikap terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di Myanmar.

Sekitar 38 ribu orang Rohingya telah melintas ke Bangladesh dari Myanmar. Sumber-sumber di PBB mengatakan, sepekan setelah para pejuang Rohingya menyerang pos-pos polisi dan sebuah pangkalan tentara di negara bagian Rakhine, mendorong bentrokan-bentrokan dan ofensif balasan oleh militer.

Tentara mengatakan melancarkan pembersihan terhadap 'teroris garis keras' dan pasukan keamanan diberi pengarahan untuk melindungi warga. Namun, warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa serangan dengan pembakaran dan pembunuhan bertujuan untuk memaksa mereka keluar.

Penanganan terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya menjadi sebuah tantangan terbesar bagi Aung San Suu Kyi, yang telah mengutuk serangan tersebut dan memuji pasukan keamanan. Peraih Nobel Perdamaian itu dituduh beberapa kritikus Barat karena tak bersuara terhadap pembantaian Muslim Rohingya oleh serangan brutal militer setelah terjadinya penyerangan Oktober.

Bentrokan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh tentara telah menewaskan sekitar 370 gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah dan 14 warga sipil, kata militer Myanmar, Kamis (31/8) lalu.

Sebagai perbandingan, kekerasan pada 2012 di Sittwe, ibu kota Rakhine, menyebabkan tewasnya hampir 200 orang dan sekitar 140 ribu lagi mengungsi. Kebanyakan dari mereka adalah warga Rohingya.

Serangan tersebut merupakan peningkatan tajam dari kemelut yang terjadi sejak Oktober, ketika serangan serupa yang dilancarkan oleh gerilyawan Rohingya dengan ukuran yang jauh lebih kecil terhadap pos keamanan. Ini mendorong militer melakukan serangan balasan besar-besaran diikuti dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Lebih dari 150 gerilyawan Rohingya melakukan serangan terkini terhadap pasukan keamanan di dekat desa-desa yang ditempati oleh masyarakat pengikut Hindu. New Global Light New Myanmar menyatakan, bahwa sekitar 700 anggota keluarga di desa-desa tersebut telah diungsikan.

"Sekitar 20 ribu lagi warga Rohingya yang berusaha melarikan diri, terjebak di daerah kosong perbatasan," kata sumber PBB. Pekerja bantuan di Bangladesh berjuang untuk meringankan penderitaan ribuan orang yang mengalami kelaparan dan trauma.

Sementara itu beberapa warga Rohingya mencoba menyeberang ke Bangladesh melalui jalur darat. Yang lainnya mencoba melakukan perjalanan berbahaya dengan menggunakan perahu, melintasi sungai Naf yang memisahkan kedua negara itu.

Presiden Erdogan menyatakan isu tersebut akan dibahas secara rinci ketika para pemimpin dunia mengadakan pertemuan dalam Sidang Umum PBB pada 12 September mendatang di New York.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement