REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saniah (58 tahun) adalah seorang petani andal yang sudah menekuni pekerjaannya selama lebih dari 25 tahun. Awal mula perjalanan usaha taninya ini tak lain hanyalah sebuah eksperimen. Mengapa demikian?
Ternyata setelah menikah dengan sang suami yang kala itu bekerja sebagai seorang buruh tani, Saniah yang merupakan seorang ibu rumah ingin mencoba menghasilkan uang lebih banyak dari usaha taninya dengan memanfaatkan lahan yang ada dan mencoba metode tumpang sari. Tentu hal ini tidaklah mudah, karena dia harus pandai memilih jenis tanaman dan mengurusnya dengan sangat teliti sehingga sistem tumpang sari yang ia lakukan dapat berjalan dengan sukses.
Namun apa daya, tidak adanya pengalaman yang mumpuni, membuat Saniahpun akhirnya gagal melakukan metode tumpang sari. Dia merugi cukup banyak kala itu. “Waktu gagal dulu, saya dan suami sempat putus asa, apalagi itu kan uang tabungan kami beli bibit dan pupuknya. Akhirnya saya nggak mau lagi nerusin tani," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, baru-baru ini.
Setelah gagal, Saniah memutuskan kembali menjadi ibu rumah tangga. Kemudian, masalah datang setelah anak pertama mereka lahir. Masalah ini tak lain adalah soal keterbatasan ekonomi keluarga. Memiliki anak membuat dia dan suami membutuhkan biaya yang lebih banyak, sedangkan pendapatan suami dari bertani tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga. Lantas untuk menambah pendapatan keluarga, akhirnya suami Saniah memilih untuk berdagang dan mencoba untuk bertani kembali.
Dengan semangat dan ketekunan yang selalu dia pegang teguh dalam bekerja, Saniah akhirnya berhasil menjalankan usaha taninya. Walau hanya sebagai buruh tani yang menggarap sawah milik orang lain, namun Saniah tetap pandai memanfaatkan kesempatan. Pengalaman dari kegagalannya terdahulu, dia jadikan pembelajaran sehingga kesalahan yang pernah dia lakukan tidak terulang kembali. Akhirnya dia pun berhasil bertani tumpang sari dan mendapatkan penghasil tambahan.
Singkat cerita, selama lebih dari 20 tahun bertani, usaha bertaninya ini tidak menunjukan kemajuan yang berarti. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki, padahal Saniah mempunyai kebun di samping rumahnya, yang ingin dia tanami berbagai jenis buah maupun palawija untuk mendapatkan penghasilan lebih. Apa daya, masalah modal menjadi ganjalan utamanya.
Beruntung pada 2013, dia bertemu dengan Amartha, salah satu perusahaan P2P lending Indonesia pertama, yang fokus dalam menjembatani pengusaha mikro di pedesaan dengan investor urban melalui teknologi. Kala itu dia mendapat suntikan dana sebesar Rp 500 ribu dan digunakan sepenuhnya untuk mengembangkan usaha taninya dengan membeli aneka bibit. Ladang di depan rumahnya pun telah produktif dan mampu menghasilkan pendapatan tambahan bagi keluarga Saniah.
“Amartha datang dan usaha saya makin lancar. Saya saat itu sangat terbantu sekali, jadi bisa beli bibit dan sedikit pupuk. Alhamdulillah usaha tani saya lancar dan saya bisa terus mengembangkan usaha tani saya ini," kata Saniah.
Apa yang dirasakan oleh Saniah, juga banyak dirasakan oleh ibu lain, mitra andalan Amartha. Hal ini terbukti, melalui riset yang dilakukan Amartha kepada 400 sampel mitra usaha pada Desember 2016 lalu, tercatat bahwa terjadi peningkatan pendapatan bisnis sebesar 41 persen per bulan pada pengusaha kecil dan mikro mitra Amartha, semenjak menerima pinjaman modal kerja mulai 2 Juta Rupiah dari Amartha.
Saniah pun demikian, sebelum bergabung dengan Amartha, dalam satu bulan pendapatannya hanya Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu rupiah. Namun setelah mendapatkan suntikan modal dan mampu mengembangkan usaha, kini dia mampu mengantongi tak kurang dari Rp 2,5 juta dalam satu bulan dari hasil berkebun dan juga bagi hasil lahan pertaniannya.