REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemerintah Korea Selatan (Korsel) mengecam keras uji coba nuklir dan bom hidrogen yang dilakukan Korut, Ahad (3/9). Korsel menyerukan penerapan sanksi baru yang paling keras oleh Dewan Keamanan (DK) PBB guna mengisolasi Pyongyang seutuhnya.
“Presiden (Korsel) Moon Jae-in telah mengatakan bahwa negara ini tidak akan pernah membiarkan Korut terus mengembangkan teknologi nuklir dan rudalnya,” ungkap penasihat keamanan utama Moon Jae-in, Chung Eui-yong, dalam sebuah konferensi pers mengenai hasil pertemuan Dewan Keamanan Nasional (NSC), seperti dilaporkan laman Yonhap.
Moon Jae-in memang segera menggelar pertemuan darurat dengan NSC setelah gempa buatan berkekuatan 5,7 skala richter terdeteksi di Punggye-ri, lokasi uji coba nuklir Korut. Gempa tersebut diyakini merupakan efek ledakan bom hidrogen yang diuji Korut.
Otoritas meteorologi Korsel memperkirakan hasil ledakan antar 50 hingga 60 kiloton. Ledakan ini lebih besar lima sampai enam kali dibandingkan tes nuklir kelima Korut pada September 2016.
Perkiraan Korsel pun tepat. Tak lama berselang setelah gempa buatan terdeteksi, Korut mengumumkan dan mengklaim mereka telah berhasil menguji bom hidrogen. Mereka akan memasang bom tersebut pada rudal balistik antarbenua (ICBM) yang telah dikembangkannya.
Uji coba nuklir ini merupakan yang pertama dilakukan Korut ketika Amerika Serikat (AS) dipimpin oleh Donald Trump. Korut seolah ingin membuktikan mereka sedang bergerak sangat dekat untuk mengembangkan hulu ledak nuklir yang mampu dipasang di rudal ICBM mereka. Rudal tersebut pun telah digadang-gadang akan digunakan Korut untuk menyerang AS.